Shuhufism

Sharing and Caring

QS. 80 (`Abasa)

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

80:1..Dia (seorang pembesar Umayyah) berkerut muka (bermuka masam) dan berpaling (sedangkan dia bersama Nabi).
80:2..Karena telah datang kepadanya seorang buta (Abdullah ibn Ummi Maktum).
80:3..Tahukah kamu barangkali dia (Abdullah ibn Ummi Maktum) ingin membersihkan dirinya (dari dosa).
80:4..Atau dia (ingin) mendapat pengajaran (darimu) lalu pengajaran itu memberikan manfaat kepadanya?
80:5..Adapun orang (pemuka Umayyah) yang menganggap dirinya serba cukup (kaya),
80:6..maka kamu melayaninya.
80:7..Padahal tidak ada (celaan) ke atasmu kalau dia tidak membersihkan diri (beriman).
80:8..Dan adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pengajaran),
80:9..dan dia takut (kepada Allah),
80:10..maka kamu mengabaikannya.
80:11..Sekali-kali jangan (demikian)..! Sesungguhnya ajaran-ajaran Tuhan itu adalah suatu peringatan,
..........

Peristiwa pada turunnya Surah ini adalah suatu kejadian sejarah. Suatu ketika Nabi [sawa] bersama beberapa pembesar Quraisy yang kaya dari kaum Umayyah, diantara mereka adalah Walid ibn Mughirah, Abu Jahal ibn Husyam, Umayyah ibn Khalaf, Utbah, Syaibah, dan Utsman ibn `Affan (yang menjadi khalifah kemudiannya). Sedang Nabi [sawa] menyampaikan peringatan kepada mereka, Abdullah ibn Ummi Maktum yang buta dan seorang dari para sahabat Nabi [sawa] datang menjumpai baginda. Nabi [sawa] menyambutnya dengan hormat dan mendudukkannya dekat dengan baginda. Bagaimanapun Nabi [sawa] tidak terus menjawab persoalan yang ditanyakan oleh Abdullah ibn Ummi Maktum, karena baginda sedang bercakap dengan seorang pemuka Umayyah.

Oleh karena Abdullah ibn Ummi Maktum miskin dan buta, pembesar Quraisy memandang rendah kepadanya, dan tidak suka kepada sanjungan dan kehormatan yang diberikan kepadanya oleh Nabi [sawa]. Mereka juga tidak suka dengan kehadiran Abdullah ibn Ummi Maktum diantara mereka. Akhirnya seorang pembesar Umayyah berkerut muka pada Abdullah ibn Ummi Maktum dan berpaling darinya.

Perbuatan pembesar Quraisy ini telah membuat Allah murka, dan Dia telah menurunkan QS. 80 (`Abasa) melalui Jibril [as] pada masa itu juga. Surah ini menyanjung kedudukan Abdullah ibn Ummi Maktum walaupun dia miskin dan buta. Di dalam empat ayat pertama, Allah mengecam tindakkan buruk pembesar Quraisy. Dan di dalam ayat-ayat berikutnya, Allah memperingatkan Nabi [sawa] bahwa menyampaikan kepada yang kafir tidaklah perlu jika si kafir tidak berhasrat untuk membersihkan diri dan menyakiti orang yang beriman pula (karena tidak mempunyai kekayaan dan kesehatan fisik atau cacat).

12 Farvardin tahun 1358 Hijriah Syamsiah, atau menurut penanggalan Masehi, hari itu bertepatan dengan tanggal 1 April 1979, berlangsung sebuah peristiwa bersejarah bagi bangsa Iran. Menyusul kemenangan Revolusi Islam di bawah pimpinan Imam Khomeini, dilangsungkan sebuah referendum monumental untuk membentuk pemerintahan baru hasil pilihan rakyat selepas tumbangnya rezim diktator Syah Pahlevi. Hasil referendum tersebut menunjukkan bahwa 98,2 % rakyat Iran memilih untuk bernaung di bawah sebuah pemerintahan Islami.

Sejak gerakan revolusi mencapai kemenangannya, rakyat Iran sebenarnya sudah diketahui menginginkan sebuah pemerintahan Islami. Akan tetapi, untuk membungkam berbagai agitasi kaum arogan dunia, Imam Khomeini tetap memerintahkan penyelenggaraan referendum ini. Dengan hasil seperti ini, negara-negara Barat betul-betul kehilangan isu politik untuk mengguncang pemerintahan Islami di Iran, karena berdirinya sebuah pemerintahan religius yang berlandaskan nilai-nilai Islam ini didukung oleh mayoritas mutlak rakyat Iran.

Semoga Allah mengangkat derajat negeri ini seperti negeri Persia disebabkan kecintaan kepada Ahlulbait Rasulullah.

Semoga negeri ini dikaruniakan oleh Allah sebuah pemerintahan yang adil seperti yang diajarkan oleh Rasulullah [sawa] dan Imam Ali [as].

Dan semoga Allah mempercepat kemunculan Imam Al-Mahdi Hujatullah [af].

Tuntutan Imam `Ali [as] terhadap kekhalifahan sepeninggal Rasulullah [saww] adalah satu hakikat yang tidak boleh dinafikan karena terekam di dalam buku-buku muktabar Aswaja dan Syi`ah.

Tuntutan tersebut lebih terarah ke dalam satu bentuk munasyadah (tanya jawab) dimana Imam `Ali [as] mengemukakan beberapa persoalan kepada Khalifah Abu Bakar berdasarkan kepada hadis-hadis Rasulullah [saww] mengenai hak dan kelebihan beliau, dimana orang yang ditanya harus menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut.

Bagi Imam `Ali [as] tuntutan beliau terhadap kekhalifahan selepas Rasulullah [saww] adalah satu hak yang wajib dituntut. Karena Rasulullah [saww] telah melantik beliau dan sebelas anak cucu beliau dari jalur Fathimah [as] sebagai Imam/Khalifah. Bagi Imam `Ali [as], pelantikan beliau adalah dari Allah SWT melalui Rasul-Nya. Justru itu umat harus mentaatinya dan juga sebelas para imam selepas beliau satu persatu. Terlebih lagi khutbah (hadis) Rasulullah [saww] di Ghadir Khum pada 18 Dzulhijah tahun 10 Hijriah menjadi asas yang penting di dalam tuntutan beliau terhadap kekhalifahan secara langsung selepas Rasulullah [saww].

Di sini akan diurutkan dialog Imam `Ali [as] yang dikemukakan kepada Khalifah Abu Bakar mengenai kekhalifahan. Di dalam pembentangan ini, penulis mengemukakan terjemahan teks tersebut menurut catatan al-`Allamah al-Tabarsi di dalam al-Ihtijaj. Kemudian penulis membuat rujukan kepada buku-buku muktabar Aswaja sebagai pengukuhan kepada kesahihan hadis-hadis tersebut.

Dari Imam Ja`far [as], --Imam Ja`far as-Shadiq [as] adalah imam ke-enam Ahl al-Bayt Rasulullah [saww]. Ja`far as-Shadiq ibn Muhammad al-Baqir ibn `Ali Zain al-Abidin ibn Husain as-Syahid bi Karbala ibn `Ali ibn Abi Thalib [as]-- dari ayahnya [as], dari kakeknya [as]. Beliau berkata: Apabila selesai urusan Abu Bakar dan bai`at orang ramai kepadanya serta perbuatan mereka terhadap `Ali [as], Abu Bakar masih mengharapkan bai`at dari `Ali [as], tetapi `Ali [as] telah menunjukkan sikap negatif terhadapnya. Abu Bakar menganggapnya suatu hal serius lalu dia (Abu Bakar) ingin berjumpa dengan `Ali [as] dan meminta maaf atas bai`at orang ramai kepadanya sedangkan dia (Abu Bakar) sendiri tidak begitu berhasrat untuk memegang kekhalifahan. Dia (Abu Bakar) mengadakan pertemuan empat mata dengan `Ali [as].

Abu Bakar berkata: Wahai Abu al-Hasan! Demi Allah perkara ini bukanlah aku benar-benar mencintainya karena aku tidak mempunyai keyakinan kepada diriku sendiri terhadap keperluan umat ini. Aku tidak mempunyai harta yang banyak dan keluarga yang ramai. Oleh karena itu kenapa anda menyembunyikan kepadaku apa yang aku tidak berhak daripada anda. Anda melahirkan kebencian terhadapku. (1)

`Ali [as] berkata: Apakah yang mendorong anda untuk memegang kekhalifahan sekiranya anda benar-benar tidak menghendakinya dan anda pula kurang yakin kepada diri anda sendiri untuk mengendalikannya?

Abu Bakar berkata: Sebuah hadis yang aku mendengarnya dari Rasulullah bermaksud “Sesungguhnya Allah tidak akan mengumpulkan umatku di atas kesesatan”. Apabila aku melihat ijmak mereka terhadapku, maka akupun mengikuti sabda Nabi tersebut. (2)

Dan aku tidak terpikir ijmak mereka menyalahi petunjuk. Lantaran itu aku memberi jawaban yang positif. Dan sekiranya aku mengetahui maupun seorang yang tidak bersetuju di atas pelantikanku niscaya aku menolaknya.

`Ali [as] berkata: Adapun sabda Nabi yang anda menyebutkannya “Sesungguhnya Allah tidak akan mengumpulkan umatku di atas kesesatan”, apakah aku dari umat atau tidak?

Abu Bakar menjawab: Tentu sekali anda dari umat.

`Ali [as] berkata: Apakah golongan yang menentang anda terdiri dari Salman (al-Farisi), Ammar (ibn Yasir), Abu Dzar (al-Ghifary), Miqdad (ibn Aswad), Ibn Ubbad dan orang-orang Anshar yang lain bersamanya termasuk di dalam umat?

Abu Bakar menjawab: Semuanya termasuk di dalam umat.

`Ali [as] berkata: Bagaimana anda berhujah dengan hadis tersebut sedangkan orang seperti mereka telah membelakangi anda? Sedangkan umat tidak mencela mereka dan persahabatan mereka dengan Rasulullah adalah baik!

Abu Bakar menjawab: Aku tidak mengetahui penentangan mereka melainkan selepas berlaku pemilihan khalifah. Aku khawatir sekiranya aku meninggalkan “perkara” tersebut orang ramai akan menjadi murtad dari agama mereka. Lantaran itu perlakuan mereka terhadapku - sekiranya aku menyahuti seruan mereka - lebih senang bagiku memberi pertolongan di dalam agama dan mengekalkannya dari permusuhan di kalangan mereka. Justru itu mereka kembali menjadi kafir. Aku menyadari bahwa anda bukanlah orang yang dapat mengekalkan keadaan mereka dan agama mereka.

`Ali [as] berkata: Ya! Tetapi beritahukan kepadaku tentang orang yang berhak menjadi khalifah dan dengan apakah dia berhak?

Abu Bakar menjawab: Dengan nasehat, kesetiaan, perlakuan yang baik, melahirkan keadilan, alim dengan kitab dan sunnah, percakapan yang tinggi, zuhud di dalam soal keduniaan (tidak cinta dunia), menyelamatkan orang yang tertindas dari penindas, sama di kala jauh dan dekat. Kemudian dia (Abu Bakar) diam.

`Ali [as] berkata: Dan juga orang yang terawal memeluk Islam dan kerabat?

Abu Bakar menjawab: Ya!

`Ali [as] berkata: Aku menyeru anda dengan nama Allah wahai Abu Bakar! Adakah sifat-sifat tersebut terdapat pada diri anda atau pada diriku?

Abu Bakar menjawab: Malah pada diri anda wahai Abu al-Hasan. (3)

`Ali [as] berkata: Aku menyeru anda dengan nama Allah! Adakah aku yang telah menyahuti dakwah Rasulullah dari kaum lelaki ataukah anda?

Abu Bakar menjawab: Anda. (4)

`Ali [as] berkata: Aku menyeru anda dengan nama Allah! Adakah aku yang meng-isytiharkan Surah Al-Bara`ah (At-Taubah) di musim Haji Akbar di hadapan kaum muslimin atau anda?

Abu Bakar menjawab: Anda. (5)

`Ali [as] berkata: Aku menyeru anda dengan nama Allah! Aku telah mempertahankan Rasulullah dengan diriku di hari al-Ghadir atau anda?

Abu Bakar menjawab: Anda. (6)

`Ali [as] berkata: Aku menyeru anda dengan nama Allah! Adakah aku “maula” kepada anda dan semua muslimin melalui hadis Nabi di hari al-Ghadir atau anda?

Abu Bakar menjawab: Anda. (7)

`Ali [as] berkata: Aku menyeru anda dengan nama Allah! Adakah ayat al-Wilayah (Al-Maidah:55) dari Allah bersama Rasul-Nya mengenai zakat dengan sebentuk cincin untuk aku atau anda?

Abu Bakar menjawab: Untuk anda. (8)

`Ali [as] berkata: Aku menyeru anda dengan nama Allah! Adakah al-Wazarah (wazir) untukku bersama Rasulullah umpama Harun bersama Musa atau untuk anda?

Abu Bakar menjawab: Untuk anda. (9)

`Ali [as] berkata: Aku menyeru anda dengan nama Allah! Adakah Rasulullah mempertaruhkan dengan aku, isteriku dan anak-anak lelakiku apabila ber-mubahalah (Ali `Imran:16) dengan Musyrikin atau dengan isteri anda dan anak-anak lelaki anda?

Abu Bakar menjawab: Dengan kalian. (10)

`Ali [as] berkata: Aku menyeru anda dengan nama Allah! Adakah ayat al-Tathir (Al-Ahzab:33) untukku, isteriku dan anak-anak lelakiku atau untuk anda, isteri anda dan anak-anak lelaki anda?

Abu Bakar menjawab: Anda dan anak isteri anda. (11)

`Ali [as] berkata: Aku menyeru anda dengan nama Allah! Adakah aku, isteriku dan anak-anak lelakiku yang didoakan oleh Rasulullah di hari al-Kisa “Wahai Tuhanku! mereka itulah keluargaku kepada-Mu dan bukan kepada neraka” atau anda?

Abu Bakar menjawab: Anda, isteri anda dan anak-anak lelaki anda. (12)

`Ali [as] berkata: Aku menyeru anda dengan nama Allah! Adakah aku yang dimaksudkan dengan ayat “Mereka menunaikan nazar dan takut akan suatu hari yang azabnya merata di mana-mana” (Al-Insan:7) atau anda?

Abu Bakar menjawab: Anda. (13)

`Ali [as] berkata: Aku menyeru anda dengan nama Allah! Adakah anda yang dikembalikan matahari untuk waktu shalat lalu ditunaikan shalatnya kemudian ia terbenam atau aku?

Abu Bakar menjawab: Anda. (14)

`Ali [as] berkata: Aku menyeru anda dengan nama Allah! Adakah anda yang telah melegakan Rasulullah dan kaum Muslimin dengan pembunuhan `Amr ibn Abdi Wudd (pada hari Khandaq) atau aku?

Abu Bakar menjawab: Anda. (15)

`Ali [as] berkata: Aku menyeru anda dengan nama Allah! Adakah anda yang telah di-amanahkan oleh Rasulullah dalam perutusannya kepada Jin lalu anda menyahutinya atau aku?

Abu Bakar menjawab: Anda. (16)

`Ali [as] berkata: Aku menyeru anda dengan nama Allah! Adakah aku yang disucikan oleh Allah dari perzinaan semenjak Adam dengan sabda Rasulullah “Aku dan anda (`Ali) dari nikah yang sah dan bukan dari perzinahan semenjak Adam hinggalah Abd al-Muthalib” atau anda?

Abu Bakar menjawab: Anda. (17)

`Ali [as] berkata: Aku menyeru anda dengan nama Allah! Adakah aku yang telah dipilih oleh Rasulullah dan menikahkan aku dengan anak perempuannya (Fathimah) dan bersabda: “Allah telah menikahkan anda dengan Fathimah di langit” atau anda?

Abu Bakar menjawab: Anda. (18)

`Ali [as] berkata: Aku menyeru anda dengan nama Allah! Adakah aku bapak dari Hasan dan Husain manakala beliau bersabda: “Kedua-duanya pemuda Ahli Surga dan bapak mereka berdua adalah lebih baik daripada mereka berdua” atau anda?

Abu Bakar menjawab: Anda. (19)

`Ali [as] berkata: Aku menyeru anda dengan nama Allah! Adakah saudara anda yang dihiasi dengan dua sayap terbang di surga bersama para malaikat atau saudaraku?

Abu Bakar menjawab: Saudara anda. (20)

`Ali [as] berkata: Aku menyeru anda dengan nama Allah! Adakah aku yang telah menjamin hutang Rasulullah dan mengadakan per-isytiharan di musim haji dengan melaksanakan janjinya atau anda?

Abu Bakar menjawab: Anda. (21)

`Ali [as] berkata: Aku menyeru anda dengan nama Allah! Adakah aku orang yang didoakan oleh Rasulullah dalam keadaan burung di sisinya, di mana beliau ingin memakannya. Beliau bersabda: “Wahai Tuhanku! bawa datanglah kepadaku orang yang paling Engkau cintai selepasku untuk memakan (daging) burung itu bersamaku”. Maka tidak seorangpun datang selain daripadaku atau anda?

Abu Bakar menjawab: Anda. (22)

`Ali [as] berkata: Aku menyeru anda dengan nama Allah! Akukah orang yang telah diberi mandat oleh Rasulullah supaya memerangi al-Nakithin, al-Qasitin, dan al-Mariqin menurut takwil Al-Qur`an atau anda?

Abu Bakar menjawab: Anda. (23)

`Ali [as] berkata: Aku menyeru anda dengan nama Allah! Adakah aku yang telah ditunjukkan oleh Rasulullah dengan kehakiman dan kefasihan di dalam percakapan dengan sabdanya “Ali adalah orang yang paling alim di dalam ilmu penghakiman” atau anda?

Abu Bakar menjawab: Anda. (24)

`Ali [as] berkata: Aku menyeru anda dengan nama Allah! Adakah aku di mana Rasulullah memerintahkan para sahabatnya supaya memberi salam kepadanya untuk menjadi ketua pada masa hidupnya atau anda?

Abu Bakar menjawab: Anda. (25)

`Ali [as] berkata: Aku menyeru anda dengan nama Allah! Adakah aku yang menyaksikan percakapan Rasulullah yang terakhir, menguruskan “mandi” dan mengkafankannya atau anda?

Abu Bakar menjawab: Anda. (26)

`Ali [as] berkata: Aku menyeru anda dengan nama Allah! Adakah anda kerabat Rasulullah atau aku?

Abu Bakar menjawab: Anda. (27)

`Ali [as] berkata: Aku menyeru anda dengan nama Allah! Adakah anda yang dikaruniakan oleh Allah dengan dinar ketika dia memerlukannya dan Jibril menjualkannya kepada anda dan anda menjadikan Muhammad sebagai tetamu lalu anda memberi makan anaknya atau aku?

Abu Bakar menangis dan berkata: Anda. (28)

`Ali [as] berkata: Aku menyeru anda dengan nama Allah! Adakah anda yang telah diletakkan oleh Rasulullah di atas bahunya bagi menolak dan memecahkan berhala-berhala di atas Ka`bah sehingga jika aku kehendaki niscaya aku dapat menyentuhi ketinggian langit atau anda?

Abu Bakar menjawab: Anda. (29)

`Ali [as] berkata: Aku menyeru anda dengan nama Allah! Adakah anda yang disabdakan oleh Rasulullah “Andalah pemilik bendera di dunia dan di akhirat” atau aku?

Abu Bakar menjawab: Anda. (30)

`Ali [as] berkata: Aku menyeru anda dengan nama Allah! Adakah anda yang diperintahkan oleh Rasulullah supaya membuka pintu di masjidnya ketika beliau memerintahkan supaya ditutup semua pintu keluarganya dan para sahabatnya dan membenarkan pintu anda dibuka atau aku?

Abu Bakar menjawab: Anda. (31)

`Ali [as] berkata: Aku menyeru anda dengan nama Allah! Adakah anda telah mengeluarkan sadaqoh apabila anda mengadakan perbicaraan khusus dengan Rasul dikala itu Allah mengkritik satu golongan “Apakah kamu takut akan (menjadi miskin) karena kamu memberi sadaqoh sebelum pembicaraan dengan Rasul?” (Al-Mujadalah:13) atau aku?

Abu Bakar menjawab: Anda. (32)

`Ali [as] berkata: Aku menyeru anda dengan nama Allah! Adakah anda yang dimaksudkan oleh Rasulullah ketika beliau bersabda kepada Fathimah: “Aku akan nikahkan anda kepada orang yang pertama beriman kepada Allah” atau aku?

Abu Bakar menjawab: Anda. (33)

`Ali [as] berkata: Aku menyeru anda dengan nama Allah! Adakah anda yang telah diberi salam oleh para malaikat tujuh langit di hari al-Qulaib atau aku?

Abu Bakar menjawab: Anda. (34)

`Ali [as] berkata: Adakah dengan ini dan seumpamanya anda berhak melaksanakan urusan umat Muhammad? Apakah yang membuat anda terlanjur jauh dari Allah dan Rasul-Nya sedangkan anda tidak mempunyai sesuatu yang diperlukan oleh penganut agamanya!

Abu Bakar menangis dan berkata: Memang benar apa yang anda perkatakan wahai Abu al-Hassan. Tunggulah aku hingga berlalunya hariku. Aku akan memikirkan tentang jabatanku sebagai khalifah dan aku tidak akan mendengar lagi percakapan seperti ini dari anda. (35)

`Ali [as] berkata: Itu terserah kepada anda wahai Abu Bakar.

Lantas `Ali [as] pergi meninggalkan Abu Bakar dan jiwanya agak tenang di hari itu dan tidak ada seorangpun berjumpa dengannya sehingga malam hari.


Referensi:
(1) Ibn Qutaibah, al-Imamah wa al-Siyasah, I, hlm. 18-19.
Al-Mas`udi, Muruj al-Dhahab, II, hlm. 302
Al-Ya`qubi, Tarikh al-Ya`qubi, II, hlm. 127.
(2) Al-Syahrastani, al-Milal wa al-Nihal, I, hlm. 9.
(3) Ibn Hajr al-`Asqalani, Lisan al-Mizan, VI, hlm. 78.
Al-Khawarizmi, al-Manaqib, hlm. 7.
Ibn Katsir, al-Bidayah wa al-Nihayah, VII, hlm. 356.
(4) Al-Qunduzi al-Hanafi, Yanabi` al-Mawaddah, hlm. 91-92.
(5) Ahmad bin Hanbal, al-Musnad, I, hlm. 156.
Al-Turmudzi, Sahih, II, hlm. 461.
Al-Hakim, al-Mustadrak, II, hlm. 51.
Ibn Hajr al-`Asqalani, al-Isabah, II, hlm. 509.
Al-Muttaqi al-Hindi, Kanz al-`Ummal, I, hlm. 246.
(6) Al-Hakim, al-Mustadrak, II, hlm. 53-54.
(7) Ahmad bin Hanbal, al-Musnad, IV, hlm. 370.
Al-Wahidi, Asbab al-Nuzul, hlm. 150.
Al-Suyuthi, al-Durr al-Mantsur, II, hlm. 298.
Al-Qunduzi al-Hanafi, Yanabi` al-Mawaddah, hlm. 120.
Al-Khatib, Tarikh Baghdad, VIII, hlm. 290.
Al-Syablanji, Nur al-Absar, hlm. 75.
Al-Ya`qubi, Tarikh al-Ya`qubi, II, hlm. 32.
(8) Al-Suyuthi, al-Durr al-Mantsur, II, hlm. 293.
Fakhr al-Din al-Razi, Mafatih al-Ghaib, III, hlm. 417.
Al-Zamakhsyari, al-Kasysyaf, I, hlm. 422.
Al-Wahidi, Asbab al-Nuzul, I, hlm. 4.
(9) Ahmad bin Hanbal, al-Musnad, I, hlm. 175.
Al-Muttaqi al-Hindi, Kanz al-`Ummal, VI, hlm. 117.
Al-Hakim, al-Mustadrak, III, hlm 116.
Al-Turmudzi, Sahih, II, hlm. 301.
Al-Nasa`i, al-Khasa`is, hlm. 78.
Abu Daud, al-Musnad, I, hlm. 28.
Al-Khawarizmi, al-Manaqib, hlm. 83.
(10) Al-Zamakhsyari, al-Kasysyaf, I, hlm. 482.
Fakhr al-Din al-Razi, Mafatih al-Ghaib, III, hlm. 20.
Ahmad bin Hanbal, al-Musnad, I, hlm. 185.
Al-Suyuthi, al-Durr al-Mantsur, II, hlm. 38.
Al-Wahidi, Asbab al-Nuzul, hlm. 47.
Al-Syablanji, Nur al-Absar, hlm. 101.
(11) Al-Thabari, Jami` al-Bayan, XXII, hlm. 502.
Al-Suyuthi, al-Durr al-Mantsur, V, hlm. 198.
Ahmad bin Hanbal, al-Musnad, III, hlm. 259.
Al-Wahidi, Asbab al-Nuzul, hlm. 251.
(12) Ibid.
(13) Al-Wahidi, Asbab al-Nuzul, hlm. 331.
Fakhr al-Din al-Razi, Mafatih al-Ghaib, VIII, hlm. 392.
Ibn Hajr al-`Asqalani, al-Isabah, VIII, hlm. 168.
Ibn al-Athir, Usd al-Ghabah, V, hlm. 530.
Al-Syablanji, Nur al-Absar, hlm. 102.
(14) Ibn Hajr, Lisan al-Mizan, V, hlm. 76.
Ibn Katsir, al-Bidayah wa al-Nihayah, VI, hlm. 80.
Al-Tahawi, Musykil al-Athar, II, hlm. 8.
Al-Qunduzi al-Hanafi, Yanabi` al-Mawaddah, hlm. 137.
(15) Lihat umpamanya, Al-Kanji al-Syafi`i, Kifayah al-Talib, hlm. 277.
(16) Ibid., hlm. 230-231.
(17) Ibid., hlm. 379.
Al-Haithami, Majma` al-Zawa`id, IX, hlm. 168.
(18) Ibn Hajr al-Makki, al-Sawa`iq al-Muhriqah, hlm. 84-85.
Muhib al-Thabari, Dhakha`ir al-Uqba, hlm. 29.
Al-Kanji al-Syafi`i, Kifayah al-Talib, hlm. 298-299.
(19) Al-Kanji al-Syafi`i, Kifayah al-Talib, hlm. 204.
Al-Qunduzi al-Hanafi, Yanabi` al-Mawaddah, hlm. 166.
(20) Al-Qunduzi al-Hanafi, Yanabi` al-Mawaddah, hlm. 519.
(21) Ahmad bin Hanbal, al-Musnad, I, hlm. 3.
Al-Dhahabi, Mizan al-I`tidal, I, hlm. 306.
Al-Suyuthi, al-Durr al-Mantsur, III, hlm. 209.
(22) Al-Turmudzi, Sahih, II, hlm. 299.
Al-Hakim, al-Mustadrak, III, hlm. 130.
Abu Nu`aim al-Asfahani, Hilyah al-Auliya`, VI, hlm. 339.
Ibn al-Athir, Usd al-Ghabah, IV, hlm. 30.
Al-Dzahabi, Muruj al-Dhazab, II, hlm. 49.
(23) Al-Muttaqi al-Hindi, Kanz al-`Ummal, VI, hlm. 154.
Ibn Hajr, Tahdhib al-Tahdhib, III, hlm. 178.
Al-Kanji al-Syafi`i, Kifayah al-Talib, hlm. 167-168.
(24) Al-Kanji al-Syafi`i, Kifayah al-Talib, hlm. 112.
(25) Ibn Hajr, al-Isabah, III, hlm. 20.
Al-Muttaqi al-Hindi, Kanz al-`Ummal, VI, hlm. 155.
Al-Hakim, al-Mustadrak, III, hlm. 128.
(26) Al-Khawarizmi, al-Manaqib, hlm. 60-63.
(27) Al-Khawarizmi, al-Manaqib, hlm. 90.
Al-Kanji al-Syafi`i, Kifayah al-Talib, hlm. 76.
(28) Ibn al-Athir, Usd al-Ghabah, V, hlm. 530.
Al-Kanji al-Syafi`i, Kifayah al-Talib, hlm. 348-349.
(29) Al-Hakim, al-Mustadrak, III, hlm. 5.
(30) Al-Qunduzi al-Hanafi, Yanabi` al-Mawaddah, hlm. 81.
(31) Al-Nasa'i, al-Khasa`is, hlm. 17.
Al-Hakim, al-Mustadrak, III, hlm. 125.
Al-Turmudzi, Sahih, II, hlm. 301.
Al-Kanji al-Syafi`i, Kifayah al-Talib, hlm. 201.
(32) Al-Qunduzi al-Hanafi, Yanabi` al-Mawaddah, hlm. 100.
(33) Muhib al-Din al-Thabari, Dhakha`ir al-Uqba, hlm. 29
Ibn Hajr, al-Sawa`iq al-Muhriqah, hlm. 85.
Al-Kanji al-Syafi`i, Kifayah al-Talib, hlm. 298.
(34) Lihat umpamanya, Al-Khatib, Tarikh Baghdad, IV, hlm. 403.
(35) Lihat umpamanya, Ibn Qutaibah, al-Imamah wa al-Siyasah, I, hlm. 18-19.
Al-Ya`qubi, Tarikh al-Ya`qubi, II, hlm. 127-128.

Rahbar atau Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah al-Udzma Sayyid Ali Khamenei menekankan perlu adanya ketajaman hati sebagai kebutuhan utama masyarakat. Beliau menyatakan, ketajaman hati tidak akan membiarkan noda fitnah menyesatkan seseorang. Rahbar hari ini (7/10/2009) dalam pidatonya di hadapan warga kota Noushahr, Propinsi Gilan, utara Iran, menilai sangat penting keberadaan ketajaman hati sebagai sarana untuk mengenal tujuan, menentukan jalan yang benar untuk mencapai tujuan, mengidentifikasi musuh, dan tantangan serta mengenal jalan untuk mengatasi hambatan. Beliau juga berpesan kepada rakyat Iran untuk memahami hal ini dengan sungguh-sungguh dan melengkapi diri mereka dengan ketajaman hati dan kesadaran.

Di bagian lain pidatonya, pemimpin besar Revolusi Islam menuturkan, "Setiap gerakan yang membuat musuh bangsa Iran dan negara Islam marah, yaitu imprealisme dan zionisme, merupakan gerakan yang benar dan berada di jalan yang hak. Sedangkan setiap gerakan dan langkah yang membuat mereka gembira, sebagaimana yang mereka tekankan dalam propaganda dan kebijakannya, tentu itu merupakan gerakan yang salah".

Menyinggung kecintaan dan penghormatan bangsa-bangsa lain terhadap sistem pemerintahan Islam serta sensitivitas mereka terhadap persoalan internal Iran, Rahbar menjelaskan, "Partisipasi luas rakyat Iran dalam pemilu presiden telah membuat gembira bangsa-bangsa muslim. Namun ketika musuh berupaya merusak kemenangan politik yang besar ini, menyebarkan pelbagai isu bohong, dan menciptakan kerusuhan, para pecinta Republik Islam Iran pun merasa khawatir. Kenyataan ini menunjukkan bahwa kecintaan terhadap pemikiran Republik Islam Iran terus berkobar di dunia Islam, pasca 30 tahun berdirinya Pemerintahan Islam".

Lebih lanjut Ayatullah al-Udzma Sayyid Ali Khamenei menjalaskan mengenai arti sesungguhnya konsep "republik" dan "keislaman" dalam sistem pemerintahan Islam. Ia menilai, Republik Islam merupakan konsep yang sulit dicari padanannya pasca masa-masa awal kelahiran Islam. Beliau menjelaskan, "Permusuhan para diktator dan imperialis dunia dengan sistem ini, merupakan hal yang wajar. Namun hasil permusuhan 30 tahun mereka terhadap Republik Islam Iran, justru membuat bangsa Iran mencapai kemajuan yang mengagumkan yang juga akan terus berlanjut".

Sabtu, 19 September 2009

Pada acara peringatan kemenangan Hizbullah Lebanon dalam Perang 33 Hari ke-3, kami berhasil bertemu dengan Sekjen pemberani Hizbullah Sayid Hasan Nasrullah bersama rombongan anggota Komite Solidaritas Palestina. Dalam pertemuan itu, saya disertai Naser Soudani, anggota parlemen dan Hossein Shaikhul Eslam, Wakil Departemen Luar Negeri menjelaskan proses pembentukan Komite Solidaritas Palestina. Saya menanyakan beberapa poin mengenai kinerja solidaritas terhadap muqawama Palestina dan Lebanon, boikot produk-produk rezim Zionis Israel dan sederet pertanyaan lainnya terkait masalah ini. Ketika tiba giliran Sayid Hasan Nasrullah, setelah menyampaikan pembukaan, menjelaskan secara panjang lebar mengenai pelbagai masalah rerional, Lebanon dan Palestina dan persatuan antara Ahli Sunnah dan Syiah. Hal yang disampaikan beliau juga terkait hubungannya dengan Rahbar atau Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei. Hubungan yang patut dicermati. Karena berisikan peristiwa-peristiwa yang tidak pernah disampaikan dan untuk pertama kalinya saya mendengarnya. Namun demikian sebagian dari kenangan dan hubungan ini baru akan disampaikan dan dipublikasikan setelah beberapa waktu. Tidak terlalu berlebihan bila saya mengatakan pertemuan ini termasuk yang paling memberikan kenangan yang tiada bandingannya. Anggota rombongan yang hadir juga tidak pernah merasakan pertemuan selama itu.

Soal: Menurut keyakinan Anda, bagaimana menganalisa peran Imam Khomeini [ra] dalam menghidupkan kembali masalah Palestina dengan memfokuskan pada persatuan Islam?

Nasrullah: Di dunia Islam masalah Palestina sebuah masalah istimewa. Karena rakyat Palestina bermazhab Ahli Sunnah. Sementara dukungan para pemeluk mazhab Syiah terhadap mereka menjadi faktor pemersatu antara Syiah dan Ahli Sunnah. Kami yang hidup di kawasan dan bergabung dengan saudara Ahli Sunnah lebih merasakan masalah ini. Saya dapat memastikan betapa dalam sejarah kontemporer Imam Khomeini [ra] punya peran menakjubkan dalam masalah persatuan Islam. Sejatinya tidak ada bentuk lain yang mampu menjawab masalah persatuan Islam seperti yang didisain oleh Imam Khomeini [ra].

Soal: Bisakah Anda menjelaskan mengenai desain Imam Khomeini [ra] terkait masalah persatuan masyarakat Islam?

Nasrullah: Rancangan cerdas yang disampaikan Imam Khomeini [ra] memiliki dua kanal. Pertama, persatuan menghadapi musuh-musuh Islam dan mustakbirin. Menyeru seluruh umat Islam untuk tegar menghadapi kekuatan-kekuatan zalim dan hegemoni dunia. Imam Khomeini [ra] membuat Ahli Sunnah dan Syiah bahu-membahu menghadapi musuh-musuh Islam.

Kedua, masalah Palestina. Pengalaman tiga puluh tahun menunjukkan betapa masalah Palestina sangat luas dan gamblang. Masalah solidaritas terhadap Palestina tidak ada yang berselisih pendapat dan jalan yang terang. Bahkan mereka yang ingin berdamai dengan rezim Zionis Israel tidak berani mengungkapkan keyakinan mereka dengan alasan khawatir akan opini publik dunia Islam. Bukan hanya tidak berani, tapi mereka malah ikut-ikutan menunjukkan dirinya sebagai pendukung Palestina.

Dalam masalah pertama antara umat Islam ada friksi, namun hal itu tidak terjadi dalam masalah Palestina. Di Lebanon sendiri permusuhan terhadap warga Palestina sejak 100 tahun lalu sangat luar biasa. Karena mereka berkali-kali menyerang Lebanon dan Jabal Amil. Imam Musa Sadr juga tidak mampu menyadarkan orang-orang Syiah Lebanon agar memandang positif warga Palestina. Namun Imam Khomeini [ra] berhasil melakukannya.

Soal: Banyak yang mengenalkan Iran sebagai penyebab sebagian instabilitas di Timur Tengah. Sementara sumber dari kebanyakan fitnah ini adalah mereka sendiri. Bagaimana pendapat Anda?

Nasrullah: Amerika berhasil menciptakan fitnah besar di kawasan dalam masalah Irak. Menciptakan konflik antarmazhab Syiah dan Ahli Sunnah dan memprovokasi negara-negara Arab agar anti Iran. Namun dukungan mutlak Iran terhadap Palestina berhasil menggagalkan konspirasi ini. Sebagian mengatakan, “mengapa kalian menyampaikan masalah holocoust? Menurut saya malah waktunya sangat tepat ketika Iran mengangkat bendera dukungan terhadap Gerakan Perlawanan Islam Palestina (Hamas) yang berujung tercekiknya suara-suara pencipta perselisihan. Semua dunia memahami muqawama tidak akan mungkin terbentuk tanpa dukungan Iran. Dukungan pertama dan mobilisasi dalam perang Gaza dilakukan oleh orang-orang Syiah dan masalah ini memberangus pemikiran yang suka menciptakan perselisihan mazhab.

Namun perlu diketahui bahwa di antara ulama Syiah sendiri, termasuk yang di Lebanon masih ada perbedaan pandangan terkait masalah dukungan terhadap Palestina. Sebagian ulama Syiah di Lebanon yang punya cara pandang tradisional terhadap masalah ini berkali-kali mempermasalahkan sikap kami. Merekan mengatakan, “Mengapa kalian selalu berbicara mengenai dukungan terhadap Palestina terlebih-lebih setelah masalah Irak? Kepada mereka saya katakan bahwa Palestina adalah tanah air Islam dan milik Imam Mahdi [af]. Kemudian saya katakan, “Baiklah. Katakanlah saya menerima cara pandang kalian. Kini mari kita perbandingkan dan saksikan apa yang telah kalian lakukan untuk Syiah dan apa yang telah kami lakukan. Saat ini Syiah semakin agung di dunia Islam dan semakin hari akan semakin bertambah. Kini umat Islam telah menerima Syiah sebagai kelompok Islam dan sudah banyak yang memeluk Syiah.

Soal: Menurut Anda, apa yang mempengaruhi gelombang perhatian terhadap mazhab Syiah?

Nasrullah: Kecenderungan kepada Syiah dipengaruhi tiga peristiwa besar yang setiap peristiwa ini menciptakan gelombang kecenderungan orang kepada Syiah.

Pertama, kemenangan Revolusi Islam di Iran pada tahun 1979.
Kedua, kemenangan Hizbullah tahun 2000 dan keluarnya Zionis Israel dari Lebanon Selatan.
Ketiga, Perang 33 Hari pada tahun 2006.

Bendera Hizbullah menyebar di seluruh dunia Arab. Sebagian orang di Mesir mengatakan, “Saat Gamal Abdul Nasser di puncak popularitas potretnya tidak dipasang di Universitas Al-Azhar, tapi foto Sayid Hasan Nasrullah (seorang santri Syiah) dan bendera Hizbullah menyentuh hingga Universitas Al-Azhar dan diangkat dalam shalat Jumat. Bila Yusuf Qaradhawi geram dan menyerang saya dengan alasan yang disebutkannya bahwa di Mesir banyak yang memeluk Syiah. Sekalipun saya punya hubungan baik dengannya dan saya menghormatinya, namun ia mengatakan, “Saya menerima si fulan hanya sekedar seorang komandan militer yang memiliki akidah batil.” Maroko memutuskan hubungannya dengan Iran juga kembali pada masalah ini. Tidak terlalu buruk bila dalam kesempatan ini saya menyinggung kenangan seorang penerbit Lebanon yang ikut dalam pameran buku di Maroko. Penerbit Lebanon ini diundang di sebuah kota kecil di Lebanon, namun disambut oleh lautan manusia. Sambutan begitu meriah hingga mereka yang mengundang terkejut dan berpikir bahwa situasi yang ada seperti udangan terhadap seorang pejabat tinggi dan penerbit Lebanon ini hanya mengiringinya. Namun yang dihadapi ternyata memang demikian, masyarakat berbondong-bondong menyambut penerbit Lebanon ini. Masyarakat yang hadir mengatakan, “Kami mencium bau para pejuang Hizbullah darimu.” Tidak cukup itu, mereka merobek-robek jas dan bajunya untuk ber-tabaruk. Akhirnya segalanya menjadi jelas betapa kebanyakan mereka telah memeluk Syiah.

Soal: Apa Anasila Anda mengenai hubungan masalah Palestina dengan ajaran mazhab Syiah dan mazhab yang lain?

Nasrullah: Kini lewat masalah Palestina, Syiah dan ajaran Syiah telah memasuki rumah-rumah umat Islam di seluruh dunia. Dalam seminar internasional solidaritas Palestina di Teheran ketika saya menyampaikan pidato, saya melihat di sisi kiri sejumlah orang berwajah salafi dengan jenggot yang panjang dan pakaian khusus melihat saya dengan pandangan yang aneh. Setelah berpidato dan turun dari mimbar mereka mendatangi saya, memeluk dan mencium sambil menyatakan simpatinya. Seorang dari mereka memperkenalkan dirinya sebagai Ahli Sunnah dari Syam, anggota salafi Yordania dan mengatakan, “Kami mencintai anda. Kami tidak membeli televisi dan parabola. Namun semua dikarenakan televisi Al-Manar, keluarga saya memaksa untuk membeli parabola. Saya memiliki seorang anak perempuan kecil. Ketika anda berpidato di televisi, anak perempuan saya berdiri di depan televisi dan mencium gambar anda berkali-kali.

(Saat Sayid Hasan Nasrullah menemui Rahbar atau Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei menceritakan percakapannya tadi kepada beliau. Rahbar mengomentari cerita tersebut dengan ucapannya, “Satu hal yang sangat indah.”)

Salafi Yordania itu kemudian berkata, “Tahukah anda mengapa saya menerima untuk membawa televisi Al-Manar ke rumah kami? Semua itu dikarenakan pembelaan terhadap Islam dan Palestina. Kalian tidak mendakwahkan Syiah. Tujuan utama kalian dalam Palestina.” Saya bertanya, “Bagaimana anda bisa tahu?” Ia menjawab, “Karena kalian tidak menayangkan azan.”

Televisi Al-Manar yang disiarkan lewat parabola memang hanya menyebut waktu azan dan tidak menayangkan azan. Namun televisi Al-Alam khusus Lebanon menayangkan azan. Sementara doa-doa Syiah, doa Kumail, dan Munajat Khamsah `Asyarah Imam Sajjad [as] ditayangkan dan sangat populer. Saya bahkan menyaksikan di salah satu televisi negara-negara Arab menayangkan Munajat al-Muridin Imam Sajjad [as] dengan suara yang indah. Akhir tayangan ditulis “Min `Adiyah Sayidina al-Imam Zainul Abidin Radhiallahu `Anhu” (dari doa Sayidnina Imam Zainul Abidin radhiallahu `anhu). Kami sekarang memasuki rumah-rumah Ahli Sunnah dengan nama Palestina. Rumah-rumah mereka telah dipenuhi dengan Shahifah Sajjadiyah, Imam Husein [as], Imam Khomeini [ra] dan Ayatullah Sayid Ali Khamenei. Semua ini memunculkan kedekatan dan persaudaraan dengan kami.

Soal: Sudikah Anda menceritakan kenangan dan interaksi dengan ulama Lebanon?

Nasrullah: Ada seorang ulama Lebanon yang tidak menyetujui kinerja kami dan tidak pernah dapat menerima argumentasi. Setelah syahadah Syaikh Ahmad Yasin, Pemimpin Spiritual Maknawi Hamas, kami membuat acara peringatan di Beirut. Beberapa orang menyampaikan pidato temasuk saya dan Khalid Meshal, Ketua Biro Politik Hamas. Saya banyak memuji jihad dan syahadah Syaikh Yasin, bahkan lebih banyak membicarakan Syaikh Yasin ketimbang Khalid Meshal. Ulama Lebanon itu tidak senang. Karena mengapa harus memuji seorang ulama Ahli Sunnah dan menyebutnya syahid. Malam itu ketika tidur ia bermimpi ditemuai Imam Mahdi [af ] dan mencela sikapnya dan berkata, “Apa yang diperbuat si fulan (Sayid Hasan Nasrullah) sangat baik dan kami rela dengan sikap tersebut. Setelah ulama Syiah ini mendatangi saya dan meminta maaf. Ia berkata, Imam Mahdi [af] mencela sikap saya. Coba perhatikan di kota Beirut bagaimana Arab Saudi mengeluarkan dana yang tidak sedikit, namun kami berhasil menguasai ibu kota Lebanon. Saat Lebanon di invasi, semua mendukung kami, bahkan tokoh-tokoh Ahli Sunnah yang fanatik seperti Ali Bilhaj al-Jazairi dan lainnya membela kami. Ini semua akibat dari semangat melawan rezim Zionis Israel.

Soal: Bagaimana Anda menilai posisi tokoh-tokoh Syiah di kawasan?

Nasrullah: Media-media Syiah di Mesir sangat lemah dan tahun lalu banyak yang melakukan propaganda negatif terhadap saya dan Doktor Ahmadinejad. Dalam jajak pendapat tokoh paling dunia Arab dan Islam yang paling populer, mereka menyiapkan senarai panjang dari tokoh-tokoh dunia Arab seperti Bashar Assad, Abdullah bin Abdul Aziz, Hosni Mubarak, Mahmoud Abbas dan Muammar Qaddafi. Nama Ayatullah Khamenei tidak diboikot. Hasil jajak pendapat tersebut menjadikan nama Sayid Hasan Nasrullah, Mahmoud Ahmadinejad dan Khalid Meshal berturut-turut sebagai tokoh dunia Arab dan Islam yang paling populer. Begitu juga sebuah lembaga Amerika di Palestina melakukan jajak pendapat di Tepi Barat Sungai Jordan dan Jalur Gaza mengenai siapa tokoh yang dipercaya dan setiap responden diberi kesempatan menulis lebih dari satu nama. Kembali lagi dalam jajak pendapat ini telah disiapkan list panjang tokoh-tokoh Arab. Di Tepi Barat Sungai Jordan tempatnya Mahmoud Abbas dan ia yang berkuasa penuh membantu sepenuhnya Abdullah bin Abdul Aziz dari sisi finansial. Tokoh ini sangat membenci Hizbullah dan menyerang Sekjen Hizbullah. Ternyata hasil polling juga menempatkan Sayid Hasan Nasrullah di urutan pertama dengan 82 persen, Bashar Assad di urutan kedua dengan 67 persen dan urutan ketiga adalah Abdullah bin Abdul Aziz.

Soal: Bagaimana pandangan Anda mengenai peristiwa pasca pemilu presiden di Iran?

Nasrullah: Dalam peristiwa pasca pemilu presiden Iran media-media Arab melancarkan propaganda luar biasa yang mengakibatkan teman-teman Iran sangat khawatir. Ramadhan Abdullah, Sekjen Gerakan Jihad Islam sangat khawatir. Ia mengirim utusan kepada dan menyampaikan satu pertanyaan, “Wahai Sayid, katakan kepadanya apakah ia khawatir dengan peristiwa Iran atau tidak? Saya jawab, “Saya sama sekali tidak khawatir.” Mereka bertanya kembali, “Mengapa? Saya katakan, “Siapa yang mengenal Ayatullah Khamenei tidak pernah khawatir. Kalian juga harus tahu bahwa masa depan akan lebih baik dari yang ada. `Asa An Takrahu Syaian wa Huwa Khairun Lakum (Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu)”

Media-media Arab melancarkan propaganda hebat terhadap Iran. Bila seseorang untuk beberapa menit menyaksikan televisi Alarabiya bakal memikirkan apa yang tengah terjadi di Iran dan kacau pikirannya. Mereka telah mempersiapkan hal ini sejak lama bahwa Iran hanya ingin hidup untuk diri mereka dan menyuarakan slogan yang pertama adalah Iran. Mereka ingin mengatakan bahwa siapa yang memilih Mir Hossein Mosavi protes mengapa Iran mendukung Palestina dan Lebanon. Oleh karenanya, kehadiran rakyat di Hari Al-Quds Sedunia sangat penting. Pawai akbar bakal membuktikan kepada dunia betapa Iran belum berubah.

Soal: Cukup populer bahwa Anda punya banyak kenangan dengan Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei. Apakah Anda mau membicarakannya?

Nasrullah: Kami punya banyak masalah di masa lalu. Mayoritas pejabat punya satu ide dan menyampaikannya, namun Ayatullah Khamenei punya pandangan lain. Akhirnya kami melihat bahwa pandangan Agha yang benar dan berhasil. Saya sering berkumpul dengan Agha. Banyak hal yang bila saya sampaikan tidak akan habis hingga subuh.

Setelah peristiwa 11 September Agha mengatakan, “Jangan khawatir! 11 September adalah awal kehancuran Amerika. Amerika telah sampai pada puncak kejayaannya dan kini awal dari kehancurannya. Pendapat ini dari mana? Ini adalah hidayah ilahi.” Senantiasa Agha memandang masa depan dengan positif. Hargailah keberadaan Agha. Seorang ulama Syiah Madinah datang dengan perasaan khawatir. Kepadanya saya ceritakan sebagian masalah dan juga beberapa masalah mengenai Agha dan saya meyakinkannya agar tidak lagi khawatir.

Dalam Perang 33 Hari banyak analisa mengenai perang terbatas. Mereka berpikir akan menyerang sejumlah bangunan dan melakukan serangan terbatas untuk membebaskan para tawanan. Tapi sejak hari kedua mereka telah melakukan agresi luas dan boleh dikata mereka menyerang segalanya. Kami berada di ruang komando dan menghadapi serangan tersebut. Kondisi kami sangat baik, akan tetapi beberapa orang dari teman terlihat bermasalah dari sisi semangat. Mereka berpikir jangan-jangan menawan sejumlah tentara Zionis Israel menyebabkan agresi brutal. Pertanyaan ini juga sangat mengganggu pikiran kami dan pasukan mulai semangat mereka mulai tertekan. Masalah ini sejatinya tidak mempengaruhi strategi perang dan muqawama. Dalam kondisi sensitif seperti ini pesan ilahi Agha tiba. “Perang ini telah dipersiapkan sejak awal dan saat Hizbullah lalai mereka akan melakukan serangan luas. Semuanya akan diserang dan setelah itu mereka mulai melakukan serangan darat, setelah menguasai mereka kemudian akan memaksakan syarat-syaratnya. Mereka yang melakukan operasi militer dan menawan tentara Zionis Israel merupakan pertolongan Allah. Perang ini adalah Perang Ahzab. Satablughu al-Qulub al-Hanajir. Bila kalian bertawakal kepada Allah dan melakukan perlawanan, niscaya kalian akan menang. Katakan kepada Sayid Hasan Nasrullah bahwa kalian akan muncul sebagai pemenang. Bila dalam perang ini kalian menang, kalian akan menjadi satu kekuatan yang tidak ada satu kekuatan pun yang dapat melawan kalian. Katakan juga bahwa mereka sejak awal bermaksud menyerang. Kita menawan tentara mereka dan terpaksa waktu perang dimajukan. Akhir nasihat beliau demikian, “Bertawasulah kepada Imam Mahdi [af]!”

Pesan ini sangat memberikan inspirasi kepada kami. Masalah semangat dan emosi kami langsung mendapat penyelesaiannya. Kami menilainya sebagai pertolongan ilahi dan menjadi lebih percaya akan kemenangan. Dalam pidato-pidato saya mengatakan bahwa musuh sejak awal telah merencanakan serangan ini dan akan menyerang di musim gugur. Akan tetapi setelah peristiwa penawanan itu mereka memajukan serangannya di musim panas. Ketika saya berbicara mengenai masalah ini, banyak analis politik Arb yang mengakuinya. Husein Haikal mendukung pendapat ini dan dalam wawancaranya mengatakan, “Saya juga mendapat informasi dan sampai pada analisa ini.” Koran-koran terkenal dunia Arab memperkenalkan analisa ini sebagai yang paling realistis. Tokoh-tokoh politik Lebanon seperti Michel Aoun juga mengakui analisa ini.

Namun ada satu hal yang masih tersisa dan menjadi pertanyaan dalam diri saya. Bagaimana Agha mengetahui masalah ini dan apa alasannya? Setelah perang lewat seorang teman saya mengajukan pertanyaan ini kepada Agha. Ayatullah Khamenei menjawab, “Saya tidak punya informasi khusus mengenai masalah ini. Begitu saja terlintas dalam benak saya.” Saya lantas mengatakan, “Ini pasti ilham ilahi yang di lintaskan dalam benak hamba-Nya.”

Wawancara ini dilakukan oleh Hujjatul Islam wal Muslimin Mirtajuddini yang dipublikasikan oleh Koran Panjereh yang dikutip oleh kantor berita Fars News.

Penterjemah: Saleh Lapadi.

Jumat, 16/01/2009

Pimpinan Hamas Ismail Haniyah menyatakan bahwa agresi keji Israel ke Jalur Gaza adalah konspirasi antara rezim Zionis dengan sekutu-sekutunya yaitu AS dan Uni Eropa yang tidak senang atas kemenangan Hamas dalam pemilu di Palestina tahun 2006 lalu.

Hal tersebut diungkapkan oleh Haniyah dalam surat terbuka yang ditujukan pada masyarakat Barat dan dimuat oleh surat kabar The Independent, Kamis (15/1)

"Meski mereka berusaha keras menyembunyikan konspirasi itu, yang menjadi pendorong perang kriminal Israel ke Jalur Gaza adalah pemilu di Palestina tahun 2006 yang dimenangkan oleh Hamas dengan suara mayoritas," kata Haniyah, perdana menteri Palestina yang dilengserkan secara sepihak oleh Presiden Mahmud Abbas dari faksi Fatah.

"Apa yang terjadi kemudian, Israel bersama AS dan Uni Eropa menggalang kekuatan untuk menggagalkan pilihan demokratis rakyat Palestina. Hal pertama yang mereka lakukan adalah dengan menghalang-halangi formasi pemerintahan nasional bersatu, lalu mereka menciptakan neraka bagi kehidupan rakyat Palestina dengan cara melakukan tekanan ekonomi. Upaya yang mereka itu semua menemui kegagalan yang menyedihkan, dan akhirnya memilih untuk menggelar perang kejam ini," tukas Haniyah.

Haniyah menolak klaim Israel bahwa agresi militernya ke Gaza untuk menghentikan roket-roket Hamas. Menurutnya, rakyat Palestina sudah sangat tahu bahwa Uni Eropa tidak melihat blokade yang dilakukan Israel sebagai bentuk agresi.

"Bukti-bukti sudah banyak, tapi mereka tanpa malu tetap mengatakan bahwa Hamas yang menyebabkan bencana yang menimpa rakyat Palestina karena tidak mau memperpanjang gencatan senjata," tandas Haniyah.

Ia melanjutkan,"Kami ingin bertanya, apakah Israel menghormati gencatan senjata yang dimediasi Mesir bulan Juni lalu? Tidak sama sekali. Karena kesepakatan itu menyebutkan bahwa Israel harus mengakhiri blokade dan menghentikan serangan ke Tepi Barat dan Jalur Gaza."

"Meski kami mematuhi gencatan senjata, Israel tetap melakukan pembunuhan terhadap warga Palestina di Gaza dan di Tepi Barat di tengah berlakunya apa yang kita ketahui sebagai kesepakatan damai Annapolis," tandas Haniyah.

Dalam surat terbukanya, Haniyah mengkritik dunia internasional yang bersikap diam melihat pembantaian yang dilakukan Israel terhadap lebih dari 1.030 rakyat Palestina di Gaza yang berlangsung selama 20 hari. Dunia juga tidak bersuara ketika Israel menggunakan senjata-senjata berbahaya.

"Harus berapa banyak lagi perjanjian dan konvensi yang harus dilanggar Zionis Israel agar mereka bisa dimintai pertanggungjawabannya.Tidak ada negara di dunia sekarang ini, dimana masyarakatnya tidak marah melihat penindasan brutal yang dilakukan Israel," tegas Haniyah.

Surat terbuka yang disampaikan Haniyah pada masyarakat dunia sudah sangat jelas membeberkan kejahatan Israel sebagai pihak yang selalu melakukan pelanggaran terhadap kesepakatan-kesepakatan damai dengan Palestina. Bahwa Israel lah yang tidak pernah punya niat baik untuk hidup berdampingan dengan Palestina. Bahwa Israel, AS dan Uni Eropa telah menggalang konpirasi yang tidak menginginkan adanya sebuah kekuatan Muslim memuliakan bangsa Palestina.

Bismillahirrahmanir rahim

Ayatullah al-Udzma Ali Khamenei, Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran

Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh

Merupakan suatu kebanggaan bagi saya mewakili pemerintah, bangsa Palestina dan sebagai wakil Gaza yang terluka tapi menang, untuk menyampaikan penghargaan dan terima kasih atas sikap terbaik, berani dan islami Yang Mulia sebagai bukti ketinggian jiwa Pemimpin Iran Islami dan jiwa besar bangsa Iran.

Pidato dan pesan Yang Mulia sebelum agresi ke Gaza, begitu juga di hari-hari sulit perang Gaza meniupkan semangat kemuliaan, kebebasan, kehormatan dan perlawanan di tengah-tengah rakyat Gaza dan anasir muqawama dalam menghadapi agresi musuh.

Berkat tuntunan bijaksana Yang Mulia, Republik Islam Iran telah memainkan peran aktif di segala bidang yang mungkin dilakukan, khususnya dalam pertemuan Gaza di Doha. Peran aktif Iran sedemikian rupa sehingga menjadi penopang rakyat tanpa penolong dan menciptakan harapan baru di tengah rakyat Palestina.

Republik Islam Iran dengan dukungannya di berbagai bidang sangat membantu resistensi rakyat Palestina. Kemenangan rakyat Gaza di perang terakhir sejatinya kemenangan kedua muqawama Islam setelah perang di Lebanon Selatan. Semoga Allah menganugerahkan kebaikan buat Yang Mulia dan bangsa Iran atas bantuan dan dukungannya.

Bangsa Iran di balik kepemimpinan Yang Mulia benar-benar telah berusaha dan mengambil langkah-langkah demi mendukung rakyat Palestina. Usaha ini menjadi sumber kebanggaan kami dan untuk itu kami mengucapkan terima kasih dan betul-betul menghargai.

Rakyat Palestina, khususnya rakyat Gaza masih tetap membutuhkan dukungan politik maupun selain politik dan dukungan rakyat demi merekonstruksi dan melewati berbagai masalah akibat agresi musuh serta meringankan beban yang dilakukan pihak lain.

Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, bangsa Palestina membutuhkan satu kehidupan yang bebas dan terhormat tanpa pendudukan dan blokade agar mampu mencapai kekuatan dan kemuliaan hakiki. Demi merealisasikan tujuan ini, bangsa Palestina masih membutuhkan berlanjutnya dukungan Yang Mulia dan bangsa muslim Iran setelah kebaikan dan taufik ilahi dalam menghadapi pemerintah zalim Amerika dan rezim penjahat Zionis.

Akhirnya, terimalah rasa terima kasih dan penghargaan saya dan bangsa Palestina atas perhatian Yang Mulia dan bangsa Iran Islam.

2 Februari 2009
Saudara Anda
Ismail Haniyah
Perdana Menteri Palestina.

Dengan menganalisa sejarah di sepanjang abad yang berbeda-beda, kita melihat peremehan terhadap masalah hak-hak kemanusiaan dan sosial serta kezaliman yang terjadi terhadap wanita. Bahkan sebelum munculnya revolusi Industri di Eropa, wanita belum memiliki hak sosial dan politik yang berarti. Bukan hanya itu, para pemuka agama Kristen di Eropa pun menjustifikasi ketidakadilan terhadap wanita ini dengan alasan-alasan teologis. Namun di abad-abad terakhir, munculah kebangkitan pembelaan hak-hak wanita dan dimulailah era baru.

Kebangkitan-kebangkitan yang muncul akibat dua perang dunia dan kemudian munculah kelahiran gerakan baru di sekitar tahun tujuh puluhan. Pergerakan wanita tersebut lebih di kenal dengan gerakan feminisme.

Feminisme lahir dalam berbagai macam pandangan seperti adanya kezaliman terhadap wanita (dalam segala bidang) yang biasa dijadikan sebagai tolok ukur bangkitnya gerakan feminisme. Namun penjelasan mereka tentang sebab terjadinya kezaliman dan langkah-langkah solusi, serta ide-ide yang mereka kemukakan berbeda-beda.

Para pemikir Feminis berkeyakinan dunia akan adil jika wanita bangkit untuk mengambil hak-hak mereka. Meskipun mereka mengemukakan argumentasi secara ilmiah, namun sering tejadi kesalahan persepsi yang menyebabkan penyelewengan pemahaman.

Walaupun wanita Islam di jamin oleh argumentasi teologis dan rasional untuk memperoleh hak-hak mereka di berbagai macam bidang kemasyarakatan seperti sosial, politik, budaya dan lain sebagainya, akan tetapi mereka memang dituntut untuk lebih memperhatikan masalah rumah tangga dan keluarga, sehingga seringkali secara alamiah terjadi pembatasan ruang gerak dan aktifitas mereka di ruang publik. Untuk itu para wanita Islam pun mencoba mencari jalan keluarnya.
Permasalahan hak-hak wanita terkadang juga menyebabkan pembenaran di berbagai macam segi tanpa melihat kultur dan agama. Sehingga terkadang banyak dikhawatirkan oleh ulama. Hal yang sering disayangkan adalah penentangan para pembela hak wanita terhadap ulama yang berupaya menempatkan hak-hak wanita dalam lingkup budaya dan etika agama.

Perlu diingat bahwa kehadiran para wanita di berbagai bidang kemasyarakatan menjadi hal penentu, paling tidak pembahasan masalah wanita memiliki tempat bagi seluruh masyarakat. Lebih dari itu, problem ini sudah mendunia bukan masalah yang lokal sifatnya. Salah satu hasil dari revolusi Islam adalah mampu mendobrak pandangan baru tentang wanita, hak-hak dan peranannya dalam masyarakat sesuai dengan kebutuhan zaman dan kemajuan dalam kemasyarakatan.

Pemikiran dan pandangan mengenai hak-hak wanita lebih tampak ketika revolusi Iran digaungkan dan Imam Khomeini-lah pemimpin yang menjadi pelopor itu semua.

Pada 24 Aban 1357 Hs tahun Iran (1979 M), salah satu koresponden Jerman bertemu dan mewancarai Imam. Di bertanya, “Kami mendengar kalau Tasyayyu` (baca: Syiah) menolak pola yang tidak sesuai dengan pola keberagamaan?” Imam menjawab, “Tasyayyu` adalah aliran revolusioner dan penerus agama Muhammad [sawa], begitu pula pengikutnya yang selalu menjadi bahan (obyek) teror para pengecut dan penjajah. Tasyayyu` bukan hanya tidak menolak peranan wanita dalam bidang-bidang kehidupan bahkan dalam kehidupan sosial politik selalu memposisikan wanita pada tempat yang tinggi. Kami menerima kemajuan Barat tapi tidak untuk kejahatan yang mereka sendiri teriakkan untuk itu.”

Imam dalam cuplikan wasiatnya mengatakan penghalang wanita untuk tampil bersumber dari rencana jahat musuh dan teman-teman yang tidak memahami hukum Islam dan Qur`an, dan menambahkan, juga dari cerita-cerita bohong yang di munculkan oleh musuh untuk kepentingannya dan sampai ketangan orang-orang yang bodoh dan sebagian pelajar agama yang tidak mendapatkan informasi tentang itu.


Hak-Hak Kemanusiaan Wanita

Wanita harus memiliki hak-hak kemanusiawian yang sesuai dengan realitasnya. Terkadang hak yang didapat oleh laki-laki tak bisa didapat oleh wanita atau terkadang bisa diraih tapi dalam bentuk yang tidak sempurna atau hanya sebagian saja. Hal ini sama dengan intimidasi hak dan bertentangan dengan kemanusiaan serta hukum Tuhan.

Imam di dalam hal “persamaan” antara pria dan wanita mengatakan: “Islam memiliki pandangan khusus terhadap wanita. Islam pertama muncul di jazirah Arab dimana wanita pada masa itu seperti barang dagangan dan perbedaan status yang sangan jauh dengan lelaki. Akan tetapi Islam datang untuk menghapus itu semua dan Islam datang untuk “menyamakan” mereka dengan laki-laki. Beliau menambahkan juga, “wanita dan laki-laki memiliki hak yang sama dalam menentukan masa depannya dan kami ingin wanita sampai pada kedudukan yang tinggi dan wanita harus mampu untuk itu.”

Pada wawancara surat kabar Belanda dalam menjawab pertanyaan koresponden: “Apa hak-hak wanita di dalam Negara Islam?” Imam mengatakan: “Dari sisi hak kemanusiaan (sisi insaniahnya) tidak ada beda antara hak lelaki dan wanita, karena dua-duanya adalah manusia dan mereka memiliki hak dalam menentukan masa depannya masing-masing. Dan sebagian hal yang berbeda dari mereka tidak ada hubungan dengan sisi kemanusiaannya. Berusahalah dalam meraih ilmu dan ketakwaan, karena ilmu adalah milik bersama tanpa pengecualian. Sekarang para wanita menjadi partner dalam belajar atau hal lainnya di dalam semua bidang ilmu pengetahuan begitu juga industri.”
Responden: “Apakah wanita bisa sampai pada tahap ijtihad? Dan apa peranan wanita di dalam negara Islam?” Beliau menjawab: “Ada kemungkinan wanita sampai pada tahap ijtihad tapi tidak bisa menjadi marja’ taqlid untuk orang lain. Di dalam aturan Islam wanita memiliki hak yang sama dengan lelaki seperti hak belajar, mengajar, bekerja, kepemilikan, hak memilih, hak dipilih, sehingga di setiap bidang, dimana lelaki memiliki hak untuk itu wanita pun memilikinya. Wanita juga memiliki hak berpolitik dan inilah tugas mereka. Seluruh wanita dan laki-laki harus masuk dalam masalah sosial, politik bahkan harus menjadi pemantau perkembangan politik yang ada, dan tidak hanya itu mereka juga di tuntut untuk menyumbangkan ide-ide mereka. Sekarang wanita harus melaksanakan tugas sosial dan agama mereka dan menjaga kehormatan umum dan di bawah kehormatan tersebut mereka melakukan urusan sosial dan politiknya. Wanita di dalam urusan sosial politiknya harus menjadi partner para lelaki, dengan syarat menjaga hal-hal yang telah di atur dalam Islam.”


Pandangan Imam tentang Karir dan Pekerjaan

“Provokasi jahat sedemikian rupa menyalahartikan kebebasan wanita sehingga mereka menyangka Islam datang hanya memerintahkan wanita diam dirumah saja. Kenapa kita mesti menentang kalau wanita belajar? Kenapa kita mesti menentang kalau wanita bekerja? Apakah wanita tidak mampu melakukan pekerjaan kenegaraan? Seluruh aktifitasnya ada di dalam ikhtiyar mereka, mereka bebas menentukan masa depannya” [1]
Menjadi jelaslah bahwa Islam menempatkan wanita dalam kedudukan yang tinggi sama dengan laki-laki. Dari sisi insaniahnya wanita dan laki-laki adalah sama, tidak ada penghalang dikarenakan perbedaannya dalam meraih kedudukan yang tinggi disi Allah. Di dalam Islam kita telah mengenal Sayidah Fathimah [as] (putri Rasulullah) yang membela dan mendampingi perjuangan Ayahnya, Sayydah Maryam [as] yang dengan kelembutannya menjaga sang kekasih Allah, Isa al-Masih, juga Sayidah Asiah (istri Fira`un) yang dengan kesabarannya bisa terjaga dari pengaruh buruk Fira`un.

Catatan Kaki:
[1] Ucapan-ucapan Imam Khomaini diambil dari Majalah Payam Khonewodeh No: 52 hal. 14 Urdibhest 1384 Hs.

Oleh: Khairi Fitrian Jamalullail

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyarankan agar negara-negara Muslim menjadikan Imam Ali ibn Abi Thalib sebagai teladan dalam menegakkan suatu pemerintahan berbasis keadilan dan demokrasi.

Salah satu lembaga PBB yang mengurusi masalah perkembangan negara-negara di dunia (UNDP) dalam laporannya pada tahun 2002 bertajuk “Arab Human Development Report” --yang dipublikasikan di seluruh dunia-- mengutip enam ucapan Imam Ali ibn Abi Thalib tentang pemerintahan ideal.

UNDP mengatakan bahwa sebagian besar negara-negara di kawasan (Arab) itu masih jauh di bawah bangsa-bangsa lain dalam bidang demokrasi, perwakilan politik luas, partisipasi perempuan, pembangunan, dan pengetahuan.

Berikut ini ucapan-ucapan Imam Ali bin Abi Thalib yang dikutip UNDP tersebut:

1..Barangsiapa mengangkat dirinya sebagai pemimpin, hendaknya ia mulai mengajari dirinya sendiri sebelum mengajari orang lain. Dan hendaknya ia mendidik dirinya sendiri dengan cara memperbaiki tingkah lakunya sebelum mendidik orang lain dengan ucapan lisannya. Orang yang menjadi pendidik bagi dirinya sendiri lebih patut dihormati ketimbang yang mengajari orang lain.
2..Perhatianmu terhadap pengembangan negeri semestinya lebih besar ketimbang perhatianmu terhadap pengumpulan pajak, karena yang kedua ini hanya bisa diperoleh dengan pengembangan. Karena mencari pendapatan tanpa pengembangan berarti menghancurkan negeri dan bangsa.
3..Carilah pertemanan dengan orang-orang yang berilmu dan arif serta orang-orang takwa di antara rakyatmu, dalam mencari solusi atas masalah negerimu.
4..Tidak ada kebaikan apapun dengan berdiam diri dalam masalah pemerintahan atau dalam membicarakan kebodohan.
5..Orang yang takwa adalah yang melakukan kebajikan, yang logikanya lurus, yang busananya bersahaja, yang jalannya sederhana, yang banyak amalnya, dan tidak terguncang karena kesulitan.
6..Pilihlah yang terbaik di antara orang-orangmu untuk menegakkan keadilan. Pilihlah orang yang tidak mudah menyerah, yang tenang meski menghadapi kesulitan, orang yang tidak akan terus menerus melakukan perbuatan salah, yang tidak akan berhenti mengejar hak ketika ia mengetahuinya, orang yang hatinya tidak mengenal kerakusan, yang tidak akan terpuaskan dengan sedikitnya penjelasan tanpa mencari pengetahuan yang maksimal, yang paling tabah ketika keraguan datang mencecar, yang kejemuannya sedikit dalam mengoreksi para penentang, yang paling tabah dalam menuntut kebenaran, yang paling ketat dalam memenuhi keputusan, orang yang tidak terbuai oleh bujuk rayu dan tidak terjerat oleh godaan. Sesungguhnya orang-orang seperti ini amatlah sedikit.

Pada akhir tahun 70-an dunia diguncangkan oleh sebuah revolusi yang digerakkan oleh seorang ulama. Republik Iran yang begitu kuat di bawah kepemimpinan Syah akhirnya harus tumbang melalui perjuangan panjang ulama tersebut. Ulama itu, tak lain adalah Imam Khomeini, seorang sufi, teolog, faqih, filosof dan sekaligus politikus. Seorang pribadi besar, yang kokoh dalam pendirian dan keteguhan perjuangan menegakkan amar ma`ruf nahi munkar tanpa mengenal putus asa.

Imam Khomeini [ra] lahir di Khomein pada 24 Oktober 1902. Khomein, merupakan dusun yang berada di Iran tengah. Keluarga Khomeini adalah keluarga Sayid Musawi, keturunan Nabi [sawa] melalui jalur Imam ke-7 (tujuh) Syi`ah, Imam Musa al-Kazhim [as]. Mereka berasal dari Neisyabur, Iran timur laut. Pada awal abad ke-18, keluarga ini bermigrasi ke India, dan mukim di kota kecil Kintur di dekat Lucknow di kerajaan Qudh, yang penguasanya adalah pengikut Syi`ah Dua Belas Imam. Kakek Imam Khomeini [ra] yang bernama Sayid Ahmad Musawi Hindi, lahir di Kintur. Keluarga kakeknya adalah keluarga ulama terkemuka, Mir Hamed Husein Hindi Neisyaburi, yang karyanya, Abaqat al-Anwar, jadi kebanggan Syi`ah India.

Sayid Ahmad ini meninggalkan India pada sekitar tahun 1830 untuk pergi ziarah ke kota suci Najaf. Di Najaf dia bertemu seorang saudagar terkemuka Khomein. Menerima undangan sang saudagar, Sayid Ahmad lalu pergi ke Khomein untuk jadi pembimbing spiritual dusun itu. Di Khomein, Sayid Ahmad menikah dengan Sakinah, putri tuan rumahnya. Pasangan ini dikaruniai empat anak, antara lain Sayid Mustafa, yang lahir pada 1856. Sayid Mustafa belajar di Najaf, di bawah bimbingan Mirza Hasan Syirazi, kemudian pada 1894 kembali ke Khomein. Di sana dia menjadi ulama dan dikaruniai enam anak. Imam Khomeini [ra] adalah yang bungsu dan satu-satunya yang panggilannya adalah Khomeini.

Semasa kecil, Imam Khomeini [ra] mulai belajar bahasa Arab, syair Persia dan kaligrafi di sekolah negeri dan di ‘maktab’. Menjelang dewasa, Imam Khomeini [ra] mulai belajar agama dengan lebih serius. Ketika berusia lima belas tahun, dia mulai belajar tata bahasa Arab kepada saudaranya, Murtaza, yang belajar bahasa Arab dan teologi di Isfahan. Pada usia tujuh belas tahun Imam Khomeini [ra] pergi ke Arak, kota dekat Isfahan untuk belajar dari Syaikh Abdul Karim Ha`eri Yazdi, seorang ulama yang terkemuka yang meninggalkan Karbala untuk menghindari pergolakan politik. Sikap ini kemudian mendorong kebanyakan ulama terkemuka untuk menyatakan penentangannya kepada pemerintahan Inggris.

Setelah runtuhnya imperium Utsmaniah, Syaikh Ha`eri enggan tinggal di kota-kota yang ada di bawah mandat Inggris. Ia kemudian pindah ke Qum. Imam Khomeini [ra] lima bulan kemudian mengikuti jejak Syaikh Ha`eri pindah ke Qum. Di tempat yang baru ini Imam Khomeini [ra] belajar retorika syair dan tata bahasa dari gurunya yang bernama Syaikh Muhammad Reza Masjed Syahi.

Selama belajar di Qum, Imam Khomeini [ra] menyelesaikan studi fiqh dan ushul dengan seorang guru dari Kasyan, yang sebelas tahun lebih tua darinya, yaitu Ayatullah Ali Yasrebi.

Pada awal tahun 1930-an, dia menjadi mujtahid dan menerima ijazah untuk menyampaikan hadis dari empat guru terkemuka. Yang pertama dari ke-4 guru itu adalah Syaikh Muhsin Amin `Ameli, seorang ulama terkemuka dari Libanon, dimana Imam Musa Shadr di kemudian hari menggantikan kedudukan Amin sebagai pemimpin Syi`ah Lebanon.

Yang kedua adalah Syaikh Abbas Qumi, ahli hadis terkemuka dan sejarawan Syi`ah. Qumi adalah penulis prolifik yang tulisannya sangat digemari di Iran modern, terutama bukunya yang berjudul Mafatih al-Jinan (Kunci Surga).

Guru ketiganya adalah Abul Qasim Dehkordi Isfahani, seorang mullah terkemuka di Isfahan.

Guru keempatnya adalah Muhammad Reza Masjed Syahi, yang datang ke Qum pada 1925 karena protes menentang kebijakan anti Islam Reza Syah.

Pada usia dua puluh tujuh tahun, Imam Khomeini [ra] menikah dengan Syarifah Batul, putri dari seorang ayatullah yang bermukim di Teheran. Mereka dikarunia lima orang anak, dua putera dan tiga puteri.

Imam Khomeini [ra] wafat pada tanggal 3 Juni 1989 dengan memberikan sesuatu keyakinan kepada kaum Muslimin diseluruh dunia bahwa ajaran Islam merupakan ajaran yang mampu menuntun manusia pada kebenaran. Memang peranan dan kharismanya dalam Islam modern dan sejarah Iran tak dapat disangkal. Semoga harapan dan cita-citanya dapat menjadi kenyataan dalam sejarah umat Islam di dunia.

“Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka membaiatnya di bawah pohon” (Al-Fath : 18). Ayat ini menurut para mufasir berhubungan para sahabat Nabi [sawa] yang memberikan bai`atnya kepada Rasulullah [sawa]. Salah satu dari mereka itu bernama Ammar bin Yasir [ra]. Ia seorang putra dari Sumayah yang dikenal sebagai syahidah pertama dalam Islam. Ammar [ra] berkulit sawo matang dan berperawakan tinggi. Kedua matanya hitam kebiru-biruan. Pundaknya bidang dan rambutnya lebat.

Ia masuk Islam ketika berada di Ka`bah, Ammar [ra] mendengarkan ayat-ayat Al-Qur`an yang dibacakan Nabi Muhammad [sawa]. Karena terasa berbeda dengan lantunan syair-syair Arab maka Ammar [ra] menelusurinya. Maka larangan untuk tidak mendekati Muhammad [sawa] tidak digubrisnya. Akhirnya Ammar [ra] pun sengaja datang ke Dar al-Arqam. Di depan rumah itu Ammar [ra] berpapasan dengan Suhaib bin Sanan.

“Mau apa kau ke sini?” tanya Ammar [ra] mendahului. “Aku mau menemui Muhammad dan ingin mendengarkan ajaran-ajarannya.” jawab Suhaib singkat. “Aku pun begitu” ungkap Ammar [ra]. Dan setelah itu mereka masuk dan mendengarkan tausiyah Rasulullah [sawa] hingga menjelang malam. Besoknya Ammar [ra] datang lagi dan masuk Islam. Ia menghafal ayat-ayat Al-Qur`an yang disampaikan Rasulullah [sawa]. Ia membacanya secara lunak. Hari berikutnya membaca secara keras dan makin keras hingga terdengar ke luar rumah.

Ammar [ra] selain berjasa dalam membangun masjid pertama, Quba, juga ikut berjuang bersama Nabi [sawa] dalam perang Badar, Uhud, Khaibar, Khandak, dan peperangan lainnya. Ammar [ra] bersama orangtuanya, Sumayah binti Kahiyat [ra] dan Yasir [ra] pernah disiksa oleh Abu Jahal bin Hisyam ditengah-tengah padang pasir, Ramdha. Saat tahu tentang itu, Rasulullah [sawa] datang dan berkata, “hai keluarga Yasir, sabarlah! kalian dijanjikan pahala surga.”

Ketika orang-orang musyrik membakar Ammar bin Yasir [ra] dengan api. Maka Rasulullah [sawa] lewat di tempatnya dan memegang kepalanya dengan tangan beliau [sawa] sambil bersabda:
“Wahai Api! Jadilah kamu sejuk dingin di tubuh Ammar, sebagaimana dulu kamu juga sejuk dingin di tubuh Ibrahim!”

Bahkan mereka diancam akan dibunuh jika tidak meninggalkan agama Islam. Kedua orangtua Ammar [ra] yaitu Yasir [ra] dan Sumayah [ra], tetap berpegang teguh memegang Islam dengan berani berujar di hadapan para musyrikin, “Kami yang sudah suci dengan Islam tidak mau mengotorinya.” Mendengar itu para musyrikin marah dan akhirnya membunuh keduanya dengan tombak. Atas tindakan itu, akhirnya Ammar tidak bisa apa-apa selain menuruti kaum musyrikin. Kejadian itu pun diketahui Nabi [sawa]. Selang beberapa hari setelah kejadian itu turunlah ayat kepada Nabi [sawa], “Barang siapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah) kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap beriman (dia tidak berdosa)” (QS An-Nahl : 106). Berdasarkan ayat ini umat Islam pada waktu itu diizinkan untuk melakukan taqiyah dalam rangka menjaga keselamatan. Inilah yang dilakukan Ammar [ra] yang terpaksa mencaci maki Nabi [sawa] dan menyatakan keluar dari Islam untuk penyelamatan jiwanya. Dan tindakan taqiyah yang dilakukan Ammar [ra] tadi dibenarkan oleh Nabi [sawa], sambil tersenyum Nabi [sawa] bersabda kepada Ammar [ra]: “Kalau mereka kembali menyiksamu lagi, ucapkan cacianmu padaku, Allah akan mengampunimu dikarenakan kamu terpaksa melakukannya.”

Ada hadits lain yang berkenaan dengan Ammar [ra], yaitu dari Khalid bin Walid yang berkata bahwa dirinya pernah bertengkar dengan Ammar [ra]. Lalu mengadukannya kepada Nabi [sawa]. Saat itu Rasulullah [sawa] langsung berkata, “Hai Khalid, siapa yang memaki-maki Ammar bin Yasir, Allah akan memaki-maki dia. Barang siapa yang memusuhinya, Allah akan menjadi musuh dia. Barangsiapa yang merendahkan Ammar, Allah pun akan merendahkan dia.” Inilah pujian yang menyatakan kedudukan Ammar bin Yasir [ra] dihadapan Allah dan Rasul-Nya.

Bahkan pada masa Khalifah Utsman Bin Affan, Ammar [ra] memberikan nasehat kepada Khalifah Utsman. Terutama masalah pengangkatan pejabat-pajabat teras yang berasal dari keluarga Utsman (Bani Umayyah). Atas tindakannya itu Ammar [ra] dianggap orang yang berusaha melakukan sabotase terhadap pemerintah. “Alhamdulillah, ternyata penegak kebenaran selalu dihinakan.” ucap Ammar [ra] ketika Hasyim bin Walid bin Mughira mengejeknya. Kemudian dalam buku Syarh Nahj al-Balaghah dikabarkan, tubuhnya dipukuli beberapa kaum musyrikin hingga pingsan. Dalam keadaan itulah sebagian kaum muslimin membawanya ke rumah Ummu Salamah [ra], salah seorang istri Nabi [sawa]. Ammar [ra] pingsan cukup lama hingga beberapa waktu tidak shalat karena tidak sadar. Ketika sadar dari pingsan Ammar [ra] berkata, “Alhamdulillah, bukan sekali ini aku disakiti, dahulu juga dianiaya ketika membela Rasulullah.”

9 Shafar tahun 37 H, Ammar bin Yasir [ra], seorang sahabat besar Rasulullah [sawa] dan pengikut setia Ahl al-Bait [as], gugur dalam perang Shiffin pada usia 94 tahun. Ammar bin Yasir [ra] lahir 57 tahun sebelum peristiwa hijrahnya Rasulullah. Gugurnya Ammar [ra] dalam perang Shiffin tersebut sangat menyedihkan Imam Ali [as]. Akan tetapi, peristiwa ini dicatat oleh para sejarawan sebagai bukti bahwa Imam Ali [as] berada di pihak yang benar dalam perangnya melawan pasukan Muawiyah tersebut. Imam Ali [as] kemudian menshalatkan dan menguburkannya di Riqqah, 300 km dari kota Damaskus, Suriah.

Dalam sebuah hadits yang terkenal, Rasulullah [sawa] pernah bersabda kepada Ammar [ra] sebagai berikut. “Wahai Ammar, anak-anakku kelak akan didera banyak fitnah. Jika situasi itu kelak engkau saksikan, tetaplah engkau pada kelompok Ali, karena kebenaran akan selalu bersama Ali, dan Ali selalu berada di jalan yang benar. Wahai Ammar, engkau nanti akan bertempur membela Ali melawan dua kelompok. Kelompok pertama adalah para pelanggar janji, kelompok kedua adalah para penjahat. Engkau nanti akan terbunuh oleh kelompok yang melawan Ali tersebut.”

Rasulullah [sawa] bersabda:
“Diri Ammar dipenuhi keimanan sampai ke tulang punggungnya!”
“Dan ambilah olehmu petunjuk yang dipakai oleh Ammar sebagai bimbingan!”
“Kelak Ammar akan dibunuh oleh golongan pendurhaka!”

Rasulullah [sawa] juga pernah bersabda dan wajah beliau berseri-seri: “Surga telah merindukan Ammar!”. “Benar”, ujar para sahabat yang hadir. Dan waktu itu juga Rasulullah [sawa] menyebut nama-nama lain, di antaranya: Imam Ali [as], Salman al-Farisi [ra], dan Bilal bin Rabah [ra].

Sebuah buku berjudul “A Plan to Divide and Destroy the Theology” telah terbit di AS. Buku ini berisi wawancara mendetail Michael Brant, mantan tangan kanan ketua CIA dan anggota penting bagian ke-syiahan CIA.

Dalam wawancara ini telah diungkapkan hal-hal yang sangat mengejutkan, dan dikatakan bahwa CIA telah mengalokasikan dana sebesar 900 juta US dollar, untuk melancarkan berbagai aktifitas anti Syiah. Dr Michael Brant pernah lama bertugas di bagian tersebut, akan tetapi dipecat dengan tuduhan korupsi dan penyelewengan jabatan.

Tampaknya dalam rangka balas dendam, dia membongkar rencana-rencana rahasia CIA ini. Brant berkata:

Sejak beberapa abad lampau dunia Islam berada di bawah kekuasaan negara-negara Barat. Meskipun kemudian sebagian besar negara-negara Islam ini sudah merdeka, akan tetapi negara-negara Barat tetap menguasai kemerdekaan, politik, pendidikan dan kebudayaan, terutama sistim politik dan ekonomi negara-negara Islam ini. Oleh sebab itu, meski telah merdeka dari penjajahan fisik, namun dari segi budaya, mereka masih banyak terikat kepada Barat.

Pada tahun 1979, kemenangan revolusi Islam telah menggagalkan politik-politik kami. Pada mulanya revolusi Islam ini dianggap hanya sebagai reaksi wajar dari politik-politik Syah Iran, dan setelah Syah tersingkir, kami (AS) akan menempatkan lagi orang-orang kami di dalam pemerintahan Iran yang baru, sehingga kami akan dapat melanjutkan politik-politik kami di Iran.

Setelah kegagalan besar AS dalam dua tahun pertama (dikuasainya Kedubes AS di Teheran dan hancurnya pesawat-pesawat tempur AS di Tabas) dan setelah semakin meningkatnya kebangkitan Islam dan kebencian terhadap Barat, juga setelah munculnya pengaruh-pengaruh revolusi Islam Iran di kalangan Syiah berbagai negara, terutama Libanon, Irak, Kuwait, Bahrain, Pakistan, akhirnya para pejabat tinggi CIA menggelar pertemuan besar yang disertai pula oleh wakil-wakil dari Badan Intelijen Inggris. (Inggris dikenal memiliki pengalaman luas dalam beraktifitas di berbagai negara).

Dalam pertemuan tersebut kami sampai pada beberapa kesimpulan, diantaranya bahwa revolusi Islam Iran bukan sekedar reaksi alami dari politik Syah Iran, tetapi terdapat berbagai faktor dan hakekat lain, dimana faktor terkuatnya ialah adanya kepemimpinan politik marjaiyah agama dan syahidnya cucu Rasulullah (sawa) 1400 tahun lalu, yang hingga kini masih tetap diperingati oleh kaum Syiah dengan mengadakan seremoni-seremoni kesedihan secara meluas. Sesungguhnya dua faktor ini yang membuat Syiah lebih aktif dibanding muslimin lain.

Dalam pertemuan CIA itu, telah diputuskan bahwa sebuah lembaga independen akan didirikan untuk mempelajari Islam Syiah secara khusus, dan untuk menyusun strategi dalam menghadapi Syiah. Biaya pertamanya sebesar 40 juta US dolar, juga telah disediakan. Untuk penyempurnaan proyek ini, ada tiga tahap program telah disusun:

1..Pengumpulan informasi tentang Syiah, markas-markas dan jumlah lengkap pengikutnya.
2..Program-program jangka pendek yaitu dengan propaganda anti Syiah, dan mencetuskan permusuhan dan bentrokan besar antara Syiah dan Sunni, dalam rangka membenturkan Syiah dengan Sunni yang merupakan mayoritas muslim, lalu menarik mereka (kaum Syiah) kepada AS.
3..Program-program jangka panjang yaitu untuk merealisasikan tahap pertama, CIA telah mengutus para peneliti ke seluruh dunia, dimana enam orang dari mereka termasuk Dr Samuel telah diutus ke Pakistan, untuk mengadakan penelitian tentang seremoni kesedihan bulan Muharam (As-Syura).

Para peneliti CIA ini harus mendapatkan jawaban bagi soal-soal berikut ini:

- Di kawasan dunia manakah kaum Syiah tinggal, dan berapakah jumlah mereka?
- Bagaimanakah keyakinan, akhlak dan perilaku mereka dalam pergaulan?
- Bagaimanakah cara untuk menciptakan pertentangan internal di kalangan Syiah?
- Bagaimanakah cara memperbesar perpecahan antara Syiah dan Sunnah?

Dr Michael Brant berkata:

Setelah berbagai polling tahap-tahap pertama dan setelah terkumpulnya informasi tentang pengikut Syiah di berbagai negara, didapatlah poin-poin yang disepakati bersama sebagai berikut:

Para marja Syiah adalah sumber utama kekuatan madzhab ini yang di setiap zaman selalu melindungi madzhab Syiah dan menjaga dasar-dasarnya. Dalam sejarah Syiah yang panjang, kaum ulama (para marja) Syiah tidak pernah menyatakan bai`at (kesetiaan) kepada penguasa yang tidak Islami. Oleh karena fatwa Ayatullah Syirazi, marja Syiah saat itu, Inggris tidak mampu bertahan di Iran. Di Irak yang merupakan pusat terbesar ilmu-ilmu Syiah, Saddam dengan segala kekuatan dan segenap usaha, tidak mampu membasmi Syiah. Pada akhirnya ia terpaksa mengakhiri usahanya itu.

Ketika semua pusat ilmu lain di dunia selalu mengambil langkah beriringan dengan para penguasa, Hauzah Ilmiyah Qom, justru menggulung singgasana kerajaan tirani Syah, lalu bertempur menghadapi kekuatan adidaya AS. Di Libanon, Ayatullah Musa Shadr memaksa pasukan militer Inggris, Perancis, dan Israel, untuk lari. Di Israel, muncul tantangan terbesar bagi rezim zionis dalam bentuk Hizbullah. Setelah semua penelitian ini, kami sampai pada suatu konklusi yaitu bahwa berbenturan langsung dengan Syiah akan banyak menimbulkan kerugian, dan kemungkinan menang atas mereka sangat kecil. Oleh sebab itu kita mesti bekerja di balik layar. Sebagai ganti slogan lama Inggris “Ciptakan Perpecahan Kemudian Kuasai” kita memiliki slogan baru, yaitu “Ciptakan Perpecahan Kemudian Musnahkan”.

Kita harus mendorong kelompok-kelompok yang membenci Syiah untuk melancarkan aksi-aksi anti Syiah. Isu kafirnya Syiah harus disebarluaskan, dan dengan propaganda negatif, mereka harus dipisahkan dari masyarakat (muslim lainnya). Buku-buku yang berisi topik-topik untuk membangkitkan kemarahan mereka harus ditulis dan diterbitkan. Orang-orang yang berpengetahuan minim dan yang bodoh harus dikumpulkan, lalu diperkuat, dan ketika jumlah mereka telah mencapai tingkat yang sesuai, maka perang terhadap Syiah dikobarkan.

Dari sisi lain, harus dibentuk pula sebuah front yang kuat untuk menruntuhkan posisi para marja Syiah. Orang-orang yang berperan sebagai pilar kelima harus disusupkan ke dalam kalangan mereka. Dari jalan ini wajah Syiah akan dapat diubah, sehingga keterterimaan mereka akan berkurang dan secara perlahan ia akan dibenci di kalangan masyarakat awam.

Dari sisi lain, orang-orang Syiah selalu berkumpul untuk memperingati tragedi Karbala. Dalam peringatan itu seorang akan berceramah menguraikan sejarah tragedi Karbala, dan para hadirin mendengarkannya. Lalu mereka akan memukul-mukul dada dan melakukan upacara kesedihan (azadari). Penceramah dan para pendengar ini, sangat penting bagi kita. Karena azadari-azadari seperti inilah yang selalu menciptakan semangat menggelora kaum Syiah dan mendorong mereka untuk selalu siap memerangi kebatilan demi menegakkan kebenaran.

Kita harus membelanjakan puluhan juta dolar untuk menguasai para penceramah dan para pendengar ini. Pada tahap pertama kita harus mendapatkan orang-orang Syiah yang suka duit dan memiliki akidah yang lemah, tetapi memiliki kemasyhuran dan kata-kata yang berpengaruh. Melalui orang-orang inilah kita bisa menyusup ke dalam upacara-upacara azadari.

Diantara langkah-langkah yang harus dilakukan dalam hal ini ialah:
1..Mencetak atau menguasai para penceramah yang tidak begitu banyak menguasasi akidah Syiah.
2..Menemukan sejumlah orang dari Syiah lalu mendukung mereka dari segi keuangan, sehingga dengan tulisan-tulisannya mereka akan menyerang pusat-pusat Syiah dan menghancurkan sendi-sendi ke-syiahan.
3..Memasyarakatkan dan memperbanyak kebiasaan-kebiasaan umum (adat istiadat) yang tidak sesuai dengan akidah Syiah.
4..Di kalangan masyarakat awam, upacara azadari harus ditampilkan seburuk mungkin sehingga akan timbul pandangan bahwa orang-orang Syiah ini adalah sekelompok orang yang dungu, penuh khurafat, yang di bulan Muharam melakukan hal-hal yang sangat mengganggu orang lain.
5..Berbagai topik anti marja`iyyah harus disusun, lalu diserahkan kepada para penulis bayaran untuk disebarkan di tengah masyarakat luas. Marja`iyyah yang merupakan pusat kekuatan Syiah harus dimusnahkan. Maka kaum Syiah akan bertebaran tanpa arah sehingga menjadi mudah bagi untuk memusnahkan semua mereka.

Untuk menyukseskan semua rencana itu, harus disediakan biaya yang besar, termasuk untuk mencetak penceramah-penceramah dan mendukung mereka. Secara perlahan, Syiah yang merupakan madzhab penting dan memiliki kekuatan logika, akan berubah menjadi sebuah madzhab yang di bagian dalamnya kosong melompong. Jika sudah demikian maka jadilah madzhab Syiah dibenci oleh masyarakat umum, sementara di dalam, mereka akan saling cakar. Jika sudah demikian, maka sebagai langkah terakhir, tinggal kita kerahkan sedikit kekuatan untuk membasmi mereka secara tuntas.

Hari ini (11/9), hari Jum`at ketiga bulan Ramadhan, Rahbar atau Pemimpin Besar Revolusi Islam tampil sebagai imam shalat Jum`at di Teheran. Dalam khotbah awal di hadapan ratusan ribu jemaah yang memenuhi mushalla Universitas Teheran dan jalan-jalan di sekitarnya, beliau menjelaskan sisi kehidupan politik Imam Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib [as]. Rahbar menandaskan bahwa perilaku politik Imam Ali [as] dicontoh dengan baik oleh Imam Khomeini [ra]. Beliau menyinggung peringatan hari Al-Quds Sedunia yang diselenggarakan setiap hari Jum`at terakhir bulan suci Ramadhan, seraya mengatakan, “Peringatan hari Al-Quds Sedunia adalah pusaka berharga peninggalan Imam Khomeini [ra]. Berkat kemurahan dan petunjuk Ilahi, hari Jum`at mendatang bangsa Iran yang besar dan sadar ini akan serentak bangkit memimpin bangsa-bangsa yang lain dengan mengibarkan panji pembelaan kepada bangsa Palestina.”

Pemimpin Besar Revolusi Islam menyebut hari Al-Quds Sedunia sebagai bukti keterikatan Imam Khomeini [ra], revolusi Islam dan bangsa Iran dengan Masjid al-Aqsha. Beliau menjelaskan bahwa dengan menghidupkan dan mengangkat isu Palestina dan pembebasan Al-Quds, bangsa Iran telah membangkitkan amarah kaum arogan dunia dan zionisme internasional. “Selama ini musuh kita selalu berupaya melemahkan penyelenggaraan hari Al-Quds, namun tahun ini pun bangsa Iran yang terhormat baik di Teheran maupun kota-kota lainnya di seluruh negeri akan menggelar pawai besar untuk memperingati hari tersebut. Bangsa-bangsa Muslim di seluruh dunia mengikuti jejak bangsa Iran dan akan menghidupkan kembali nama Al-Quds,” tegas beliau. Ayatullah al-Udzma Khamenei lebih lanjut menyatakan bahwa hari Al-Quds adalah pentas persatuan bangsa Iran. Karena itu beliau mengingatkan seluruh pihak untuk melawan segala bentuk langkah yang berupaya menebar perpecahan. Beliau mengatakan, “Rakyat harus tanggap. Jangan sampai peringatan hari Al-Quds dijadikan isu menebar perpecahan oleh sejumlah oknum. Sebab, untuk memimpin gerakan pembelaan kepada Palestina, bangsa ini harus tetap menjaga persatuannya.”

Mengenai sisi kehidupan politik Imam Ali [as], Ayatullah al-Udzma Khamenei di khutbah awal menjelaskan bahwa kehidupan politik Amirul Mukminin [as] sarat dengan nilai-nilai spiritual dan akhlak. Menurut beliau, politik yang diwarnai spiritualitas dan akhlak akan membawa masyarakat kepada kesempurnaan. Jika tidak demikian, maka politik hanya akan menjadi sarana untuk meraih kekuasaan, kekayaan dan dunia semata dan hal itu akan merugikan masyarakat dan para pelaku politik. Imam Ali [as], tegas beliau, tidak memandang kekuasaan sebagai sesuatu yang berharga. Amirul Mukminin [as] bersedia menerima bai`at dan kekuasaan karena dengannya beliau berharap dapat menegakkan kebenaran dan keadilan serta memerangi kezaliman. Salah satu kelebihan yang ada pada kehidupan politik Imam Ali [as] adalah sikap beliau yang menolak tipu daya, makar dan kebohongan dalam menjalankan pemerintahan, sementara dalam sistem pemerintahan sekular yang berdiri di atas pondasi ‘pemisahan agama dari politik’, tak ada larangan menggunakan segala cara untuk meraih dan melanggengkan kekuasaan. Rahbar menandaskan, dalam kamus politik Imam Ali [as] tak ada tempat bagi kezaliman dan kebohongan untuk meraih kemenangan. Amirul Mukminin [as] secara tegas melarang rakyatnya bersikap menjilat saat berbicara dengan beliau. Imam Ali [as] memperlakukan para penentang bahkan musuh-musuhnya dengan sikap penuh tenggang rasa. Rahbar mengatakan, “Dalam banyak kasus dan rangkaian peristiwa yang terjadi di zaman pemerintahannya, Imam Ali [as] selalu mengedepankan sikap toleransi terhadap para penentangnya. Sikap tegas dan tindakan keras hanya diambil ketika tak ada pilihan lain.” Pemimpin Besar Revolusi Islam menjelaskan, terhadap para penentang dan musuhnya, Imam Ali [as] senantiasa bersikap logis dan didasari argumentasi yang kuat. Dalam kehidupannya, terhadap berbagai kelompok yang berbeda, Imam Amirul Mukminin [as] tidak memperlakukan semua dengan cara yang sama. Mereka yang menginginkan kebenaran namun salah dalam menentukan jalan akibat kebodohan tidak diperlakukan sama dengan mereka yang memang menginginkan kebatilan. Di saat yang sama, Imam Ali [as] dikenal tegas dalam menyikapi langkah sesat yang menggunakan atribut kesucian agama.

Ayatullah al-Udzma Khamenei pada khutbah kedua menerangkan kondisi di Iran saat ini dan menyampaikan himbauannya kepada kalangan politik dan para pejabat negara yang pernah atau sedang menjabat di posisi penting. Dalam penjelasannya, beliau mengingatkan bahwa selama tiga puluh tahun sejak awal kemenangan revolusi Islam sering terjadi peristiwa yang berujung pada pengelompokan kekuatan politik. Dalam menjelaskan hal itu beliau mengatakan bahwa salah satu hal yang memicu terjadinya pengelompokan itu adalah faktor prinsip kepercayaan dan aqidah, ada pula yang dipicu oleh kepentingan pribadi dan golongan, sementara faktor berikutnya adalah perbedaan pandangan dalam menerapkan prinsip revolusi. Perbedaan faktor pemicu tentunya akan melahirkan perbedaan dalam menyikapinya. Lebih lanjut Rahbar menerangkan kebijakan Imam Khomeini [ra] dalam menyikapi perselisihan di dalam tubuh revolusi Islam, seraya mengatakan, “Imam Khomeini mengikuti dengan baik jejak langkah politik Imam Ali [as]. Beliau memperlakukan kelompok-kelompok yang ada sesuai dengan esensi masing-masing.”

Pemimpin Besar Revolusi Islam mengingatkan kembali sikap Imam Khomeini [ra] terhadap pemerintahan sementara di awal revolusi, kelompok penentang draft hukuman qisas dan kubu munafikin. “Imam Khomeini (ra) pertama-tama menyikapi mereka dengan toleransi dan tenggang rasa. Namun ketika semua langkah tersebut tak membuahkan hasil, beliau lantas mengambil sikap yang tegas,” kata beliau. Sikap tegas juga ditunjukkan Imam Khomeini [ra] terhadap kalangan yang duduk di posisi di atas presiden. Hal itu dilakukan Imam Khomeini [ra] di masa-masa akhir kehidupan beliau setelah toleransi dan sikap tenggang rasa tidak membuahkan hasil. Mengenai perbedaan pandangan Rahbar mengatakan, “Tak seperti yang disuarakan oleh media-media propaganda asing, pemerintahan Islam tidak pernah mempersoalkan perbedaan pandangan. Namun jika pandangan yang berbeda tersebut menjadi dorongan untuk melakukan perlawanan terhadap negara dan revolusi, pemerintah akan melakukan tindakan yang tegas untuk membela diri, sama seperti yang dilakukan rezim-rezim lainnya di dunia.” Beliau menambahkan, “Kebijakan yang dijalankan pemerintahan Republik Islam adalah membuka tangan selebar mungkin dan meminimalkan munculnya penentangan. Karena itu, jika tidak terpaksa, pemerintah tidak akan menindak seseorang dengan keras. Jika seseorang atau kelompok tertentu tidak melakukan tindak kekerasan, tidak mengacaukan keamanan dan ketenangan masyarakat, tidak pula melakukan perlawanan terhadap prinsip-prinsip pemerintahan serta tidak menebar kebohongan di tengah masyarakat, mereka bebas menyampaikan pendapat dan pandangannya.”

Pada khutbah kedua Ayatullah al-Udzma Khamenei menasehati kubu-kubu politik di Iran untuk berhati-hati jangan sampai terjerumus ke dalam penyimpangan. Beliau mengingatkan bahwa kesalahan meski kecil akan menjadi pemicu munculnya kesalahan lebih besar yang pada akhirnya bisa mencampakkan orang ke jurang kehancuran. Dengan membawa beberapa penggalan ayat suci Al-Qur`an beliau menjelaskan bahwa secara perlahan kesalahan demi kesalahan akan membentuk karakter manusia menjadi buruk. Dan pada gilirannya penyimpangan yang dilakukan oleh seseorang akan terbentuk pada tindakan bahkan aqidah dan kepercayaan. Karena itu, orang harus menjaga dirinya dengan ketaqwaan dan menjaga orang-orang dekatnya dari kesalahan.

Pemerintahan Islam menurut beliau tak ubahnya seperti seorang manusia yang bisa tergelincir dan terjatuh ke dalam jurang penyimpangan. Karena itu, kata beliau, kita harus mawas diri. Sebab mungkin saja nama dan bentuk lahiriah Republik Islam tetap terjaga, namun perilaku, tindakan dan agenda kerja sudah tidak lagi Islami. Pemimpin Besar Revolusi lebih lanjut menegaskan bahwa rakyat dan negara bergerak ke arah keadilan dan perilaku agamis. Di antara bukti bahwa negara ini sehat dan tidak menyimpang dari jalur yang benar adalah kemajuan pemikiran, sains dan industri di negara ini yang diperoleh dalam nuansa penuh kebebasan dan resistensi yang tangguh dalam menghadapi front kezaliman internasional.

Untuk itu, beliau mengimbau rakyat agar tanggap dan tidak membiarkan langkah negara ini menyimpang. Sebab, jika itu terjadi akan muncul kesenjangan sosial yang semakin parah, kebebasan menjadi sarana kebobrokan moral dan resistensi berubah menjadi sikap lemah di hadapan arogansi dunia. Rahbar menyebut kunci mengatasi berbagai kesulitan dan jaminan bagi terwujudnya ‘kemajuan, kemuliaan dan kebanggan nasional’ adalah dengan memperjuangkan prinsip yang diusung Imam Khomeini [ra]. Beliau mengatakan, “Seperti yang sudah disaksikan pada kerusuhan pasca pemilu lalu, musuh kita terus berupaya melumpuhkan dukungan rakyat kepada pemerintahan. Kita semua harus waspada.”

Ayatullah al-Udzma Khamenei menyinggung partisipasi 40 juta warga Iran atau 85 persen pemilik hak suara pada pemilihan presiden 12 Juni lalu. Animo besar rakyat ini merupakan peristiwa menakjubkan yang membuktikan kepercayaan rakyat kepada negara. “Namun, musuh kita dan -sayangnya- juga anasir di dalam negeri- menutup mata dari fenomena besar ini. Mereka lantas mengumbar klaim adanya ketidakpercayaan rakyat kepada pemerintahan. Insya Allah, mereka bakal menyaksikan bahwa pada pemilihan umum di tahun-tahun mendatang rakyat akan kembali menunjukkan partisipasi besar tanpa pernah menggubris suara musuh dan anasir di dalam negeri yang tidak sadar dan tertipu,” tandas beliau. Rahbar mengatakan, adalah wajar bila sebuah pemerintahan didukung oleh satu pihak dan ditentang pihak yang lain. “Tak ada satu pun pemerintahan di dunia yang didukung oleh seluruh rakyatnya di dalam dan luar negeri atau ditentang oleh seluruh rakyat. Pasti ada pihak-pihak yang mendukung dan ada pula pihak yang menentang. Yang penting diperhatikan adalah siapakah yang mendukung dan siapakah yang menentang,” tegas Rahbar. Beliau mengungkapkan sikap permusuhan kaum arogan dan imperialis internasional termasuk Amerika Serikat dan Inggris, juga permusuhan kalangan zionis terhadap Iran. Beliau menegaskan bahwa permusuhan seperti ini justru menjadi kebanggaan bagi bangsa Iran, dan tidak semestinya membuat orang merasa takut atau menyerah kalah di hadapan musuh. Di lain pihak, bangsa ini didukung penuh oleh bangsa-bangsa yang mukmin dan pendamba kebebasan di seluruh dunia. Para aktivis independen di kancah politik juga memihak kepada bangsa ini. Kondisi ini justru membuktikan kebenaran yang diusung oleh Republik Islam.

Pemimpin Besar Revolusi Islam menyatakan bahwa negeri ini dan masa depannya adalah milik generasi muda. Beliau mengatakan, “Para pemuda harus berbuat untuk melanjutkan dan menyempurnakan revolusi ini dengan kecerdasan dan penuh rasa tanggung jawab. Karena, kekuatan negara Islam ini di bidang ilmu, ekonomi, politik, informasi dan pergaulan internasional akan menjadi kebanggaan seluruh rakyat Iran, khususnya para pemudanya yang energik.” Beliau lebih lanjut mengimbau seluruh pihak untuk mawas diri dan tanggap menghadapi upaya yang bertujuan melemahkan slogan dan prinsip Imam Khomeini [ra] dan revolusi Islam. “Rakyat harus tanggap, jangan sampai Republik Islam ini disimpangkan.”

Di bagian lain khutbah Jum`at ini, Rahbar menyebut nama almarhum Ayatullah Taleqani dan Syahid Ayatullah Madani, seraya mengatakan, “Nama kedua pribadi yang agung ini sangat erat kaitannya dengan sejarah shalat Jum`at di Iran. keduanya memiliki jasa besar yang akan selalu dikenang oleh rakyat dan sejarah bangsa Iran.”

Ketika QS An-Nisaa` ayat 59 turun, Jabir (ibn Abdillah al-Anshari) bertanya kepada Rasulullah [sawa]: Kami mengetahui Allah dan Nabi-Nya, tetapi siapakah mereka (red: Ulil `Amr) yang diberikan wewenang sehingga kepatuhan terhadap mereka digabungkan dengan kepatuhan terhadap Allah dan engkau (ya Rasulullah)?

Nabi [sawa] bersabda: Mereka adalah khalifahku dan imam sesudahku bagi kaum muslimin. Yang pertama dari mereka adalah Ali, kemudian al-Hasan, kemudain al-Husain, kemudian Ali bin al-Husain, kemudian Muhammad bin Ali yang disebut namanya sebagai ‘al-Baqir’ di dalam Taurat; Wahai Jabir! kamu akan menemuinya. Ketika kamu melihatnya, sampaikan salamku kepadanya. Dia (Muhammad bin Ali) kemudian akan digantikan oleh anaknya yaitu Ja`far as-Shadiq, kemudian Musa bin Ja`far, kemudian Ali bin Musa, kemudian Muhammad bin Ali, kemudian Ali bin Muhammad, kemudian Hasan bin Ali. Dia (Hasan bin Ali) akan digantikan oleh anaknya yang nama dan sebutannya sama denganku. Dia akan menjadi Hujjatullah di bumi dan Baqiyatullah untuk memelihara sumber keimanan bagi manusia. Dia akan menaklukkan seluruh dunia dari Timur hingga Barat. Lama sekali dia akan tersembunyi dari penglihatan manusia pengikutnya dan kawannya. Yang mempercayai kepemimpinannya akan tersisa pada hati yang telah diuji oleh Allah akan keimanannya.

Jabir kemudian berkata: Ya Rasulullah! Akankah pengikutnya memperoleh manfaat dari tersembunyinya Dia (Al-Mahdi)? Rasulullah bersabda: “Ya, atas nama Dia (Allah) yang mengutusku dengan kenabian! Mereka akan dibimbing dengan cahayanya dan memperoleh keberuntungan atas kepemimpinannya dalam persembunyian, bagaikan manusia yang memperoleh manfaat dari matahari meski matahari tersembunyi di balik awan. Wahai Jabir! Ini adalah rahasia Allah dan karunia pengetahuan Allah. Maka jagalah hal itu kecuali dari orang yang berhak mengetahuinya.”

Qunduzi al-Hanafi, Yanabi al-Mawaddah, hlm. 494-495 :
Nabi [sawa] bersabda: Mereka adalah khalifah-khalifahku wahai Jabir, dan para imam (pemimpin) kaum muslimin selepasku, yang pertama adalah Ali bin Abi Thalib kemudian Hasan kemudian Husain kemudian Ali bin Husain kemudian Muhammad bin Ali kemudian as-Shadiq Ja`far bin Muhammad kemudian Musa bin Ja`far kemudian Ali bin Musa kemudian Muhammad bin Ali kemudian Ali bin Muhammad kemudian Hasan bin Ali kemudian yang bernama dan berjulukan Hujjatullah di muka bumi dan Baqiyatullah di antara hamba-hamba-Nya, yaitu Ibnu (putera) Hasan bin Ali.

Bukhari, Shahih, jilid 4, hlm. 165, atau Hadith 9.329 (English) :
Dari Jabir bin Samura: Saya mendengar Rasulullah bersabda: Akan datang 12 amir. Kemudian dia mengatakan sesuatu yang saya tak mendengarnya dengan jelas. Ayahku berkata bahwa Rasulullah menambahkan “Semuanya dari mereka adalah dari kaum Quraish.”

Muslim, dalam Shahih-nya :
Dari Jabir, Rasulullah bersabda: Kehidupan tidak akan berakhir, hingga berlalu 12 khalifah. Kemudian dia membisikkan suatu kalimat. Aku bertanya kepada ayahku apa yang dikatakan Rasulullah. Dia mengatakan bahwa Rasulullah menambahkan “Semuanya dari mereka adalah dari kaum Quraish.”

Ahmad, dalam Musnad-nya :
Rasulullah bersabda: “Akan datang 12 khalifah untuk umat ini, semuanya dari mereka adalah dari kaum Quraish.”

Rasulullah [sawa] terkadang bersabda :

“12 Qaim” dalam Kanz al-Ummal, jilid 13, hlm. 27.
“12 Naqib” dalam Fath al-Bari, jilid 16, hlm. 339.
“12 Khalifah” dalam Mustadrak al-Hakim, jilid 3, hlm. 18.
“12 Washi” dalam Ma`alim al-Madrasatain, jilid 1, hlm. 547.
“12 Imam” dalam Bihar al-Anwar, jilid 36, hlm. 261.
“12 Wali” dalam Syarh an-Nawawi `ala Muslim, jilid 12, hlm. 202.

“Apakah cukup yang menjadi syiah dengan hanya mengatakan cinta kepada Ahlulbait?” Imam [as] menjawab, “Demi Allah, tiada lain syiah kami adalah mereka yang bertakwa kepada Allah dan mentaati-Nya, Mereka hanya dikenal dengan ketawadhuan, kekhusyuan, menunaikan amanat, dan banyak berdzikir kepada Allah, shaum, shalat, berbuat baik kepada orang tua, baik kepada tetangga yang miskin, yang fakir, yang punya hutang, anak-anak yatim, jujur, membaca Qur`an, menjaga lisan kecuali dengan perkataan yang baik, orang-orang syiah adalah amanah bagi para keluarga mereka.” Jabir kemudian mengatakan: “Wahai putra Rasulullah, kami mengenal mereka tetapi tidak memiliki sifat-sifat seperti ini.” Lalu aku bertanya, “Dimana bisa kutemukan orang-orang seperti itu?” Imam [as] menjawab, “Mereka ada di pinggiran diantara pasar-pasar. Itulah mereka yang dimaksud dengan firman Allah “merendahkan hati terhadap orang-orang mukmin dan berwibawa di depan orang-orang kafir.”

Beliau [as] mengatakan, “Wahai Jabir janganlah engkau bermazhab kepada orang-orang yang hanya mengatakan aku cinta Ali dan berwali kepadanya, dan jika ada yang mengatakan aku cinta kepada rasul dan Rasulullah lebih baik dari Ali, tapi kemudian tidak mengikuti jalannya tidak mengamalkan sunahnya maka kecintaannya itu tidak bermanfaat sedikitpun. Maka bertakwalah kepada Allah dan beramalah karena Allah, karena tidak ada kekerabatan antara Allah dan siapapun. Hamba yang paling dicintai dan dihormati di sisi Allah adalah yang paling bertakwa dan yang paling mentaati-Nya. Wahai Jabir seseorang hamba tidak bisa mendekati Tuhannya kecuali dengan mentaati-Nya. Arti dibebaskan dari neraka tidak ada artinya dan tidak ada satupun diantara kalian yang menjadi hujjah bagi Allah. Siapa yang taat itulah bagian dari kami dan barangsiapa yang bermaksiat kepada Allah maka itu musuh kami, wilayah (kesetiaan) kepada kami tidak bisa dicapai kecuali dengan ketakwaan dan kewaraan.”

“Tiada lain syiah Ali kecuali yang bersih perut dan kemaluannya, beramal untuk Tuhannya, mengharapkan pahala dan takut kepada siksa-Nya.”

Muhammad bin Azlan mengatakan aku bersama Abu Abdillah, kemudian seseorang masuk dan mengucapkan salam. Ia ditanya bagaimana orang-orang yang engkau tinggalkan. Si lelaki yang datang tadi memuji-mujinya. Kemudian Abu Abdillah bertanya seberapa sering orang-orang kaya mereka mendatangi orang-orang miskin. Lelaki tadi menjawab sangat jarang. Kemudian ia ditanya lagi sejauhmana orang-orang kayanya menjenguk orang-orang miskin? Lelaki tadi menjawab: Tuan menyebutkan sifat-sifat yang tidak dimiliki mereka. Abu Abdillah kemudian balik mengatakan: Kenapa pula engkau menyebut mereka sebagai syiah!

“Ya Abu Abdillah, bagaimana dengan syiahmu yang mengeluarkan apa yang ada di dalam hatinya dalam satu majelis sehingga diketahui mazhabnya.” Beliau [as] mengatakan, “Itu karena memiliki kemanisan iman di dadanya dan karena manisnya menjadi tampak sejelas-jelasnya.”

“Syiah kami yang mempelopori kebajikan dan menahan dari keburukan, menunjukkan hal-hal yang indah dan bersegera dalam melakukan perintah Tuhan, karena mengharapkan rahmat-Nya. Merekalah dari kami, kembali kepada kami, dan bersama kami dimana saja berada.”

Bismillahirrahmanirrahim. Alhamdulillah rabbil `alamin.
Wasshalatu wassalamu `ala sayyidina wanabiyyina Muhammad wa alihi at-thahirin wa shahbihi al-muntajabin.

Assalamu`ala Amiril Mu`minin
Assalamu`ala Imamil Muttaqqin
Assalamu`ala Sayyidil Washiyyin
Assalamu`ala Shalihil Mu`minin

Wa Warisi `Ilmi Nabiyyin
Wal Hakim Yaumaddiin

Assalamu`ala Abil A`imah
Wa Qalilin Nubuwah
Wal Maqshusibil Ukhuwah

Assalamu`ala Sajarati Taqwa
Wa Sanni Ishiri wa Najwa

Assalamu`alaik Warahmatullahi Wabarakatuh

La Ja`alallah
Akhirataslimina`alaih

Sebagaimana yang tampak dari beberapa ayat Al-Qur`an, jalan yang lurus adalah agama tauhid dan komitmen pada perintah-perintah Allah. Keterangan ini disebutkan dalam Al-Qur`an dalam berbagai ungkapan sebagai berikut:

Jalan yang lurus adalah agama dan jalan Nabi Ibrahim [as], sebagaimana firman Allah: “Katakanlah, Aku diberi petunjuk oleh Tuhanku ke jalan yang lurus, yaitu agama yang benar; agama Ibrahim yang lurus. Dan Ibrahim bukanlah termasuk orang-orang yang musyrik.” (Al-An`am : 161)

Jalan yang lurus juga adalah menolak menyembah kepada setan dan hanya menghadap kepada Allah saja, sebagaimana firman Allah dalam surah Yaasiin : 61-62, “dan hendaklah kamu menyembah-Ku. Inilah jalan yang lurus.”

Juga jalan yang lurus berarti berpegang kepada Allah, sebagaimana firman Allah dalam surah Ali `Imran : 101, “...Barangsiapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah, maka sesungguhnya ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus.”

Harus kami katakan bahwa jalan yang lurus hanya satu, tidak lebih, karena tidak ada diantara dua titik ujung lebih dari satu garis yang lurus dan paling pendek. Oleh kerena itu, jalan yang lurus dalam definisi Al-Qur`an adalah agama Allah yang berkaitan dengan keyakinan dan sikap, karena agama Allah adalah jalan yang paling dekat yang menghubungkan manusia dengan Allah. Oleh karena itu pula, agama yang benar hanya satu, sebagaimana firman Allah dalam surah Ali `Imran : 19, “Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al-Kitab (kitab-kitab suci sebelum Al-Qur`an) kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.”

Insya Allah nanti akan kita lihat bahwa Islam memiliki arti yang luas yang mencakup semua agama monoteis pada zamannya, yakni sebelum dihapus oleh agama yang baru.

Dari keterangan tadi, jelas bahwa penafsiran-penafsiran yang berbeda dengan jalan yang lurus sebenarnya kembali ke satu arti. Ada yang mengatakan bahwa jalan yang lurus adalah Islam, ada yang mengatakan bahwa itu Al-Qur`an, ada pula yang mengatakan bahwa itu adalah para Nabi Allah dan Imam [as], dan ada pula yang berpendapat bahwa itu adalah agama Allah. Semua arti ini kembali ke agama Tuhan itu sendiri dengan kedua sisinya; keyakinan dan sikap. Juga dalam banyak riwayat dari berbagai literatur disebutkan berbagai sisi dari jalan yang lurus, yang semuanya kembali ke satu arti, yaitu agama Allah, diantara riwayat-riwayat itu adalah:

Dari Rasulullah [sawa], “Tunjukilah kami jalan yang lurus, yakni jalan para nabi yang telah Allah berikan nikmat kepada mereka.” (Tafsir Nur At-Tsaqalain, jilid I, hlm. 20-21)

Dari Imam Ja`far bin Muhammad as-Shadiq [as] ketika menafsirkan ayat “Tunjukilah kami jalan yang lurus...” beliau berkata, “jalan yang lurus adalah mengenal Imam.” (Tafsir Nur At-Tsaqalain, jilid I, hlm. 20-21)

Dari beliau [as] juga, “Demi Allah, Kamilah jalan yang lurus.”
Dari beliau [as] juga, “jalan yang lurus adalah Amir al-Mu`minin (Ali ibn Abi Thalib [as]),”

Jelas sekali bahwa Nabi [sawa] dan Ali [as] berserta Ahlulbait [as] mengajak manusia kepada agama tauhid ilahi dan berkomitmen dengannya dalam keyakinan dan sikap.

Ar-Raghib dalam kitab Al-Mufradat berkata: “Shirath al-Mustaqim, kata shirath itu sendiri sudah mengandung arti lurus, maka menyifatinya dengan al-musthaqim, adalah penegasan arti lurus yang sebenarnya.”

Dengan demikian, kita dapat memahami maksud dari apa yg disebutkan dalam tafsir Al-`Iyyasyi, dimana Imam Ja`far as Shadiq [as] berkata: “jalan lurus (Shirath al-Mustaqim) itu adalah Amir al-Mu`minin (Ali ibn Abi Thalib [as]).”

Sebagaimana pula hadis yang disebutkan dalam Al-Ma`ani dari Imam Ja`far as-Shadiq [as], “Ia adalah jalan menuju ma`rifat kepada Allah. Keduanya adalah dua jalan, yaitu satu jalan di dunia dan satu lagi jalan di akhirat. Jalan di dunia adalah Imam [as] yang wajib ditaati. Barang siapa yang mengenalnya di dunia dan mengikuti petunjuknya, maka dia akan dapat melewati as-Shirath yang merupakan jembatan di atas neraka Jahanam. Kelak di akhirat, barangsiapa yg tidak mengenalnya di dunia, maka kakinya akan tergelincir di akhirat sehingga dia akan dilemparkan ke dalam api neraka Jahanam.”

Di riwayatkan dari Imam Ali Zainal Abidin [as], “tidak ada hijab diantara Allah dan hujjah-Nya. Dia tidak memiliki tirai terhadap hujjah-Nya. Kami (para Imam) adalah pintu-pintu Allah. Kami adalah jalan yang lurus. Kami adalah wadah ilmu-Nya dan penerjemah wahyu-Nya. Kami adalah pilar-pilar tauhid-Nya. Kami adalah tempat untuk menyimpan rahasia-Nya.”

Setelah jelas bahwa manusia berjalan menuju Allah dan berusaha keras untuk sampai pada-Nya, dekat dengan-Nya dan bertemu dengan-Nya, dan bahwa hal itu tidak akan terwujud kecuali dengan mengikuti Al-Qur`an dan itrah suci yang keduanya merupakan tali menanjak kepada-Nya. Al-Qur`an menunjukkan bekal perjalanan ilahi ini. Allah berfirman dalam surat Al-Baqarah : 197, “Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekalah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa, dan bertakwalah kepada-Ku wahai orang-orang yang berakal.”

Amir al-Mu`minin [as] berkata, “Aku wasiatkan kepada kalian, wahai hamba-hamba Allah, agar bertakwa kepada Allah, (karena itu) merupakan bekal yang dengannya kalian dilindungi. Yakni bekal yang menghantarkan (kalian pada tujuan) dan tempat perlindungan yang memberikan keselamatan. Seruan kepadanya merupakan seruan yang paling didengar dan mengumpulkannya merupakan sebaik-baik (perbuatan) mengumpulkan. Oleh karena itu, orang yang mengumpulkannya akan mendengar dan orang yang menyerunya akan beroleh kemenangan.”

Al-Qur`an menunjukkan bahwa kendaraan yang paling baik bagi manusia agar sampai pada tujuannya adalah menghidupkan malam (Qiyam al-Lail). Allah berfirman dalam surat Al-Israa` : 79, “Dan pada sebahagian malam hari tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu, mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji.” dan surat Al-Muzzammil : 2 s/d 4, “bangunlah (untuk tahajud) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya), (yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit, atau lebih dari seperdua itu.”

Hingga disini dapat disimpulkan kendaraan paling utama bagi manusia dalam melangkah menuju Allah adalah shalat malam, bekal paling utama adalah ketakwaan, dan jalan paling utama adalah jalan yang lurus (Shirath al-Mustaqim). Dengan demikian, jelaslah peran ketakwaan bagi kehidupan manusia dan posisinya dalam sistem syariat Islam.